Minggu, 26 Desember 2010

SATU TAHUN YANG LALU

satu tahun yang lalu....
waktu saya habiskan untuk mempertanyakan "apakah perbedaan itu", "apakah ras itu?", " apakah sayang itu?". itu satu tahun yang lalu..., sekarang saya serahkan satu tahun yang lalu untuk masa lalu dan saat ini, untukmu yang masih selalu mempertanyakan itu.

mungkin karena saya masih dendam padamu, masih sangat marah padamu karena penyataan tetek benyek itu. namun.......
terimakasih telah membuatku mempertanyakan itu
yang telah menyadarkanku jika kau masih berada di masalalu

selamat hari baru!

Jumat, 24 Desember 2010

Teringat Kembali

teringat kembali.
memang badanku sekarang tinggalah separuh
bahkan ruhkupun tingalah separuh
separuhnya sudah aku penhkan dengan benci untumu
untuk mengingat benciku

SAYA DAN DIA

laeurwbvyile blwakryhbvlayskerhcvlakruybvwcier
yvawsmmlhcuweyarxm,pqowizxe,wefulkehf
rioqwnhmxcmcweiocvnwy';wo3icn;
owmre.lwefuncv;ow3ircv;aw3urc;oercv[qw3
oupcv;mzxz,prfye4o;tgefjh;qwleru12
390qwio;d;fhlkdhy'OIQFYW';KLXLWKfhyeoia
wrga/o;eirQFklfjasydfgoiasdhag;eiy;alsfl
aksdjfhvweogtfyhjlwaeidryelwaeircfybaweu
iwryiltucnwliyulawieutywclicvkryEIGYEBVW
T;YIRCBHXQWLYIOSEXDBAKSJDQCPWIEUlwtrkasjg
fLFTLWAEKGFLJEQWIOUET07924102356923fjqpo
cvmlewfrc,elfjkwveoqby/ilzxkqiowybxcwetuvq2cop389cnwvej
vebwugbvhjweiorybaqa,bvfryo3icbrylawecb
ykscbq2tyderlbkwcaeucboiuaw3tcrbioqw3ucbtrw
3iowtraw3ciomcrtgfyuadslafyubklawcvweurcv

Rabu, 22 Desember 2010

NAMAKU WADHON ( final part )

LANANG

Lanang

Lihatlah cahaya itu, bersinar dengan terangnya hingga kau akan merasa silau. Hingga kau akan melindungi matamu dengan jari- jari tanganmu, namun semakin lama maka kau akan menatap cahaya itu dengan matamu sendiri yang bertelanjang. Karena cahaya itu terasa sangat hangat dan memang di ciptakan hanya untukmu seorang. Lanang nama cahaya itu. warnanya sangat putih, hingga banyak sekali bidadari yang berebut dapat menapaki Lanang untuk turun ke bumi. Memang suatu kehormatan bagi Lanang untuk mengantar para bidadari itu turun ke bumi dengan menapaki cahayanya, namun, cahaya Lanang hanya dapat di persembahkan bagi purnamanya. Seumur hidupnya akan ia tunggu purnamanya untuk menapaki cahayanya menuju surga. Lanang tidak akan mengizinkan siapapun untuk menapakinya terkecuali purnamanya. Ingin sekali Lanang mencium kening purnamanya sambil membisikan maaf padanya karena ia tidak dapat menjemputnya. Seandainya saat itu Lanang mampu maka dengan memberikan sisa nafaspun akan ia lakukan.
Pertama kali bertemu dengan Wadon, Lanang merasa jika tulang rusuknya telah memanggil, memanggil nama Wadon dengan seruan yang tiada henti. Padahal sedikitpun ia tidak pernah melihat ataupun mengenalnya. Namun rusuk Lanang membisikan nama Wadon tiada henti hingga ia tahu jika tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Jika di kehidupan sebelumnya ia telah mengenal Wadon jauh dari yang pernah ia bayangkan. Dan sejak saat pertama bertemu dengan Wadon maka ia berjanji akan selalu ada di dekatnya. Dan memang terbukti jika Lanang dapat lebih dekat dengan Wadon. Walau tidak dapat kalian lihat sekalipun, tapi percayalah jika Lanang selalu berada di dekat Wadon dan memeluknya dengan cahaya.
Sekali lagi. Sekali lagi di kehidupan ini Lanang tidak dapat memenuhi janjinya itu. dan memang takdirnyalah jika ia dan Wadon tidak mungkin dapat menjadi satu di dalam dunia. Baginya tidaklah masalah jika tubuhnya tidak bisa menyatu dengan tubuh Wadon. Karena toh yang akan terjadi juga tidak akan abadi. Hanya memberikan kepuasan- kepuasan sesaat atas nama cinta. Namun jika ia menjadi cahaya dan Wadonpun menjadi cahaya, mereka berdua tidak akan pernah terpisahkan. Bersama sama mereka akan memberikan cahayanya untuk orang- orang yang kehilangan cahayanya.

Namun Lanang sangat bahagia. Baginya, menjadi cahaya adalah hal yang paling indah seindah Wadon yang di temuinya. Setiap saat, bahkan setiap detik cahayapun Lanang dapat selalu berada di samping Wadon. Memberikan Wadon hangat agar ia tidak lagi merasakan kesendirian karena lebih dari separuh hidupnya telah diambil oleh persepsi. Dan baginya, jikapun ia sekarang menjadi cahaya yang sangat terang benderang dan di perebutkan oleh banyak bidadari namun Wadonlah yang memberikan cahayanya itu. memory Wadon akan dirinya membuatnya tetap ada, rasa untuknya membuatnya tetaplah menjadi hangat. Semakin Wadon mengingatnya maka cahayanya akan semakin kuat. Semakin Wadon selalu menyebut namanya di dalam hati maka semakin Lanang mendapatkan kekuatan. Dan semakin membuat Lanang percaya jika Wadonlah belahan jiwanya. Baik di kehidupan sebelumnya, kehidupanya saat ini, ataupun kehidupanya nanti karena Tuhan memang sudah mengizinkan jika Wadon terbuat dari tulang rusuk milik Lanang.

Sebentar lagi. Itulah kata- kata yang sering di ucapkan Lanang hari ini, kemarin, kemarinya lagi dan kemarin kemarinya lagi. Siapa yang akan tahu apa yang sedang dipikirkanya?, ia adalah cahaya, yang tidak hanya menyinari satu atau dua titik yang ada di bumi, namun menyinari semua yang sedang dalam kegelapan. Termasuk kamu. Saya. Kalian. Dan kita. Di saat yang sama dia memikirkan kata “sebentar lagi” itu telah berdiri pula disampingnya cahaya yang sama putihnya denganya lebih putih dari cahaya miliknya. Jika di sentuh oleh cahayanya maka bulu romamu akan berdiri, bukan karena rasa takut seperti saat kau bertemu dengan makhluk halus. Namun kau akan merasakan nyaman dan damai. Ringan dan bebas seolah segala beban tidak lagi ada karena di hilangkan olehnya. Lanang tidak berkenalan dengan cahaya itu. karena tanpa menanyakanyapun ia sudah tahu siapa cahaya itu. banyak sekali yang mereka bicarakan, mulai dari buah kuldi yang membuat Adam dan Hawa di turunkan ke bumi, pun tentang bagaimana caranya menggoda dewa yang menunggu pintu neraka supaya kita tidak masuk ke dalamnya. Tanpa kata. Tanpa dialog. Tapi mereka tahu apa yang sedang di bicarakan. Apa yang sedang di tertawakan.

Dan sebentar lagi, sebentar lagi, sebentar lagi jika cahaya yang menjadi teman Lanang tidak lama ini menuruni tangga menuju ke bumi. Saat itupula Lanang mulai merasa berdebar- debar, sangat berdebar- debar hingga membuat cahayanya berpendar, beretebaran dan memberikan kehangatan hingga bidadari kayanganpun turut merasakan bagaimana dirinya yang sedang menunggu moment- moment paling membuatnya ketakutan. Moment dimana Lanang telah di jemput oleh kembaran cahaya yang sedang turun ke bumi itu.

Dan Lanang menangis. Membuat hujan turun di daerah sekitar rumah Wadon. Padahal hari terang benderang dan cahaya mataharipun masih bersinar terangnya. Bidadari – bidadari itu turut bersedih melihat Lanang yang sedang menurunkan hujan di siang hari cerah itu. bidadari- bidadari itu memang sedikit kesal karena Lanang tidak memperbolehkan dirinya menapakinya untuk turun ke bumi. Karena Lanang hanya memperbolehkan purnamanyalah yang menapaki diri di cahayanya itu. namun bidadari- bidadari itu sangat terpesona oleh cahaya Lanang yang terang benderang, tidak masalah jika mereka tidaklah dapat menapaki cahayanya yang putih dan terang benderang, karena melihat cahayanya yang bersinar saja sudah membuat para bidadari itu bersyukur telah dapat melihat cahaya yang begitu indah. kemudian bidadari- bidadari itu berdiri disamping Lanang sambil memberikan kekuatan. Saat itu Lanang merasa sangat bersalah pada bidadari- bidadari itu, betapa ia terlalu sombong tidak mau memberikan cahayanya untuk ditapaki mereka turun ke bumi. Seharusnya itu adalah hal yang dapat membahagiakan dirinya. Lanang sangat menyukai pelangi. Pelangi baginya seperti purnama. Memberikan banyak rasa padanya. Tidak hanya rasa sedih yang membuatnya menangis. Namun rasa sayang yang hangat juga dapat ia rasakan melalui pendaran warna- warna pelangi yang indang itu. sedangkan pelangi saja sangat bersedia di tapaki oleh para bidadari kenapa ia begitu sombong tidak mau melakukanya juga. Dan sekarang, bidadari- bidadari itu telah beridiri di sampingnya. Memberikanya kekuatan untuk melihat teman cahayanya menjemput Wadon.

Hujan telah berhenti. Matahari masih bersinar dengan gagahnya. Dan pelangi melingkar seperti cincin di jari manis bumi. Tidak ada bidadari yang turun saat itu. tidak ada untaian selendang mereka yang indah yang melambai hingga turut memberikan warna. Namun bidadari- bidadari itu telah berdiri di samping Lanang. Berkenalan dengan Wadon yang telah menjadi cahaya sekarang.

NAMAKU WADHON ( Part 2 )

SUMUR, KASUR, DAPUR

Fatamorgana. Kata itu adalah kata yang akan terucap jika kau melihat tempat sebuah gurun pasir yang tidak akan ada habisnya sejauh matamu memandang. Panasnya tidak hanya akan membuatmu dehidrasi namun akan membuatmu membusuk dan mati. Angin memang berhembus namun hanya akan membuatmu melupakan sejenak saja panas yang tanpa sadar sudah membuat bibirmu mengelupas. Dan kau juga akan mendengarnya. Seruan- seruan itu. Seruan yang meronta miris dan tidak ada yang akan peduli. Begitu pula denganmu jika berada di sini, seruan yang di bawa angin itu akan menjadi beban yang harus di buang jauh- jauh. Seolah- olah kau tidak mendengar apapun. Untuk hidupmu sendiri di gurun saja sangatlah sulit apalagi jika harus membagi minumanmu dengan orang lain. Pasti kau tidak akan mau.

“fatamorgana...., kata siapa fatamorgana hanya ada di gurun pasir?! Hidupku adalah fatamorgana, seluruh hidupku, seluruh nafasku, seluruh tubuhku. Seluruh harapanku. Fatamorgana!”

Wadon sekarang terbaring di kasurnya. Tanpa busana. Tidakah kau dapat membayangkan bagaimana tubuh moleknya itu dapat kau jamah untuk kepuasanmu semata.

“kata bapaku, kerja perempuan hanya ada 3. Kasur, Sumur dan masak. Hanya tiga itu saja. Tidak ada yang lain. Sekarang.... aku di atas kasur, sedang bekerja untuk suamiku sendiri. kata bapaku dan agamaku, perempuan itu harus patuh dengan suami. Melayani suami apapun kondisinya. Jika tidak aku yang berdosa”.

Wadon hanya memandang langit- langit rumahnya yang berpeta- peta karena air hujan. Saat dia bosan maka ia membayangkan jika peta- peta itu adalah tujuanya kemudian, ia akan menetap di salah satu pulau yang ada di dalam peta tersebut dan akan membangun sebuah negara dimana pemimpin tidaklah masalah jika seorang perempuan. Dan tiga pekerjaan yang di katakan bapaknya itu tidak akan lagi berpengaruh sepenuhnya di negara barunya. Negara barunya akan memberikan lapangan pekerjaan yang layak. Hingga tidak akan ada lagi pelacur- pelacur jalanan yang rela mendapat bayaran hanya Rp. 20.000,00 saja untuk para lelaki yang sedang bosan dengan istri- istrinya.
Wadon bisa mendengarnya, desahan- desahan suaminya yang sedang dalam masa puncak. Bukanya Wadon tidak ingin peduli dengan apa yang di lakukan suaminya itu, iapun siap untuk melayaninya kapanpun dia mau. Namun Wadon merasa sangat bosan melakukan rutinitas yang sama. Bercumbu dengan suaminya tidak jauh berbeda dengan pelacur. Toh keduanya mendapatkan uang dan melayani lelaki. hanya saja Wadon di ikat oleh pernikahan sehingga bercumbu dengan suaminya tidaklah haram. Dan di berinya uang adalah bentuk tanggung jawab si suami padanya. wadon masih memandangi langit- langit rumahnya. Kali ini mulai terpetakan lagi karena hujan mulai turun. Deras. Ia mengerutkan dahinya. Tentu saja membuatnya berfikir ada apa dengan cuaca hari ini. Bulan ini sama sekali bukanlah musim penghujan. Tapi malam ini hujan turun begitu derasnya. Bahkan suara petir sedari tadi tidak mau berhenti menggema. Seolah sedang menunjukan jika malam ini dialah yang sekarang berkuasa.

“ bukan..., saat ini yang berkuasa adalah suamiku. Bukan kamu!”

Bagi Wadon, yang berkuasa sekarang bukanlah si petir itu, mengaung hingga menyambar banyak tempatpun tetap saja yang berkuasa saat ini adalah suaminya yang sekarang sedang menikmati tubuhnya. Sebenarnya di dalam hatinya, Wadon sedang berteriak. Ingin sekali ia mengucap berhenti. Dan ia ingin melakukan banyak hal. Tidak hanya melayani suaminya atau hanya berdiam diri di rumah. Ia ingin melakukan banyak hal, tidak hanya berguna bagi suaminya namun bagi dirinya sendiri dan orang lain.

“ ah...., siapa yang akan peduli?! Hingga ngotot ingin berguna untuk orang lainpun siapa yang peduli?! Sedangkan berguna bagi diri sendiri saja aku tidak mempunyai daya!”

Siapa yang akan peduli jika Wadon sekarang sedang meronta- ronta. Dan yang ada lagi- lagi ia akan menjadi korban cibiran- cibiran orang- orang karena tidak mau menjadi istri yang baik. Karena mereka seperti bapak, berfikir jika perempuan hanya pantas melakukan tiga hal, sumur, masak, kasur.

Umur Wadon sekarang hampir tigapuluh tahun. Ia telah menikah dengan lelaki yang bernama Badai. Lelaki yang tidak di kenalnya sama sekali. Lelaki yang di pilih bapaknya saat ia sedang dekat dengan orang lain. Lanang. Dan saat ini lelaki yang memberinya nama purnama itu tidak ada sedikitpun kabar tentangnya kata hati Wadon. Mana peduli bapaknya jika Wadon sedang dekat dengan orang lain. Jikapun peduli perjodohanya tetap berjalan sesuai dengan keinginan bapaknya. Bapaknya bilang Badai adalah orang yang tepat untuknya. Dan pasti akan dapat membahagiakanya, demi kebaikanya juga.

“bapak sok tahu...., baik kata bapak belum tentu baik buatku!”

Wadon sangat menyesalkan perkataan Bapaknya itu. Dia sama sekali tidak ingin menjadi anak yang durhaka dengan melawan ataupun membantah dalam hati sekalipun. Namun keputusan Bapaknya itu sama saja dengan pemaksaan. Hingga Wadon tidak di berikan hak bersuara memilih apa yang diinginkanya. Dan menurutnya tidak hanya sampai saat ini ia tidak boleh memilih apa yang ia ingin suarakan. Bahkan mungkin menurutnya dari lahirpun hak- haknya sudah tidak lagi miliknya namun milik ibu dan bapaknya. Dan pastinya mereka akan mengatas namakan kebaikan. Jika mereka adalah orang yang melahirkan dan membesarkanya.

Kadang Wadon bertanya- tanya. Apakah teman- temanya juga di perlakukan hal yang sama seperti dirinya?. Atau hanya dirinya saja yang mengalami nasib seperti itu. Orang tua yang hanya memutuskan sepihak bagaimana seharusnya kehidupan yang harus di jalani. Jika membantah maka kata- kata ampuh yang akan di lontarkan adalah anak durhaka! Siapa yang akan mau mendapat julukan seperti itu. Sedangkan Tuhan akan memasukan anak- anak durhaka ke dalam neraka. Dan mendekamlah Wadon di neraka. Dan siapa yang akan menolongnya di sana?! Tidak akan ada.

Setiap hari ibu dan bapaknya menayakan kapan Wadon akan memiliki anak. Sudah menikah selama bertahun- tahun kenapa tidak mempunyai anak barang satupun. Wadonpun tidak mengerti kenapa hingga sampai saat ini ia belumlah memiliki anak. Padahal tetangganya yang baru beberapa bulan saja menikah sudah dinyatakan hamil. Setiap hari suaminya mengantar kemanapun dia pergi, di jaganya hati- hati supaya dua nyawa yang menjadi tanggung hawabnya dalam keadaan baik- baik saja. Dan hamil adalah salah satu hal yang akan membuat Wadon bahagia dimana dia dapat merasakan moment mengandung selama 9 bulan. Dan bagaimanapun caranya ia harus dapat mengalami moment berharga itu. ia berjanji jika ia akan mendengarkan apapun yang ingin di lontarkan oleh anaknya. Entah nanti jika anaknya lelaki ataupun permpuan. Ia tidak akan sedikitpun secara sepihak mengambil hak anak- anaknya. Dan Wadon berjanji!.

jam di dindingnya telah menunjukan pukul 5 subuh. Wadon sebenarnya bukanlah orang yang dapat bangun sepagi itu. namun sudah sejak lama ia selalu terbangun di waktu subuh. Kata ibu dan bapaknya perempuan harus bangun pagi dan memasak. Setiap hari kata- kata itu terus di dengarnya. Hingga terasa muak. Kembali lagi Wadon bertanya, kenapa kata- kata itu tidak di lontarkan pula terhadap para lelaki. Jika Wadon harus bangun pagi dan memasak lalu kemudian apa yang di lakukan para lelaki saat itu juga? Apa mereka akan benar- benar melakukan hal yang sama? Bangun pagi lalu kemudian meracik bumbu untuk mengisi semua perut makhluk yang ada di dalam rumah.

“ namaku Wadon, duduk setiap hari di depan pawon”

Wadon yang hanya memakai kaos dan celana lusuh sudah duduk didepan pawonya. Ia sedang menunggu airnya mendidih. Kepulan asap menjulang tinggi saat Wadon meniup api pawonya dengan menggunakan sebilah kayu pendek berbentuk silinder. Pantat dan kulit pancinya langsung menghitam karena asap. Namun Wadon tidak peduli itu. yang ia lakukan malah semakin kencang meniup semprongnya maka semakin pekat pula asap dan abu bertebaran di dapurnya. Baginya semakin besar apinya akan semakin cepat airnya mendidih. Jadi ia tidak perlu berlama- lama duduk dan mengheningkan cipta sendiri di dapur. Wadon memandangi asap yang menjulang tinggi ke atas. Matahari pagi telah masuk dari sela- sela atapnya yang sedikit terbuka. Dilihatnya cahaya yang masuk itu dengan seksama. Berwarna putih. Seperti kain bidadari pelangi yang hendak terbang ke langit. Betapa indahnya sapaan di pagi harinya itu. Wadon kembali menatap pancinya yang sudah agak menghitam. Air di dalamnya belum mendidih. Hanya uap panas yang dapat di lihatnya.

“ namaku Wadon, setiap hari membuat bumbu untuk membuat sayur dan nasi. Namaku Wadon, setiap hari menunggu suami pulang kerja. Namaku Wadon. Namaku Perempuan”

Wadon kembali lagi meniup api pawonya sekuat tenaga. ia berharap air itu cepat mendidih. Karena semakin cepat mendidih maka semakin cepat pula ia memasak. Keringat sudah mengucur di anak rambut Wadon. Bahkan kaos lusuhnya sudah terlihat bercak- bercak basah. tak lama air di dalam pancinya kemudian mendidih membuat Wadon tersenyum. Sesegera mungkin ia menanak nasi karena ia harus ke pasar untuk membeli bahan- bahan yang akan di masaknya hari ini.

Terlihat Wadon yang berdiri dengan tegap di depan pintu. Dilihatnya cahaya matahari yang sekarang sudah terang benderang menyinarinya. Baginya cahaya matahari adalah nafasnya. Yang membuatnya hidup dan memiliki harapan. Memang segalanya telah diambil darinya, dari yang kecil hingga yang besar sekalipun. Hingga memory- memory yang seharusnya indahpun tidak dapat ia ciptakan karena dogma- dogma yang sudah klasik dan tidak lagi berdasar. Tapi ia sangat bersyukur. Sangat bersyukur Jika cahaya matahari masih dapat ia rasakan hingga pelukan hangatnya sampai pada tulang rusuknya yang paling dalam. Bebas. dan lepas.

Rabu, 08 Desember 2010

NAMAKU WADHON ( Part 1 )

PURNAMA

“Namaku Wadhon, bapak menamaiku seperti itu karena aku perempuan. Lucu....., mentang- mentang aku adalah perempuan lalu dinamai perempuan pula.....”

itulah yang di ungkapkan Wadon, setiap hari, ia tidak mengerti kenapa bapaknya memberi nama itu, padahal alasan bapaknya itu memang benar, karena dia seorang perempuan, makanya dinamainya perempuan juga. Tapi itulah yang membuat Wadon tidak habis pikir. Sudah tahu dia perempuan, memiliki dua buah dada, dan kelaminya dinamakan vagina, semua orangpun tahu itu, namun kenapa harus di sematkan nama perempuan pula. Seolah menekankan sekali lagi jika dia adalah seorang perempuan. tidak hanya hingga sampai saat ini namun sejak pertama kali ia berada di dalam rahim ibunya, Saat ovum dan sperma bertemu pada akhirnya setelah melakukan katarsis dari tubuh- tubuh yang memang memuja akan kenikmatan. Dan memang jauh sebelum itu ada, takdirnya sebagai perempuan bernama Wadon memang sudah di rencanakan oleh Tuhan! Dan pertanyaan itu sudah tertulis di dalam otaknya dalam- dalam, ada tempat tersendiri bagi syarafnya yang menyimpan pertanyaanya, terkunci rapat dan akan terbukaa pada saat ia membutuhkan jawaban. dan Wadon tidak dapat membantah sedikitpun akan kenyataan yang mengatakan jika dia adalah seorang perempuan yang bernama “Wadon”.

Nama perempuan itu Wadon. Umurnya sekitar dua puluhan. Tubuhnya memang seperti perempuan. Memiliki dua buah dada yang sangat terlihat jelas karena terlalu besar untuk tubuh kecilnya yang berwarna kecoklatan seperti buah sawo yang sudah masak. Katanya buah dadanya terlihat mengkel, padat dan lembut seperti buah mangga yang masam rasanya, tapi nikmat. Dan saya yakin matamu tidak akan lepas dari buah dadanya yang terlalu indah itu, serasa ingin meremasnya ataupun menciuminya hingga puas! bahkan banyak perempuan yang iri akan keindahan buah dadanya yang mengkel itu. Rambutnya tergerai sepinggang dengan warna hitam pekat yang mengkilat. Jika kau punya papan seluncur, kau bisa berselancar di rambutnya itu, seperti di kala musim dingin di Eropa yang lekat akan salju putihnya, hanya saja kau memang harus berhati- hati dengan gelombang rambutnya, memang sangat terlihat indah, bahkan mereka menyebutnya sexy, namun karena itu kamu bisa saja mati karenanya, tersandung gelombang yang tidak beraturan hingga akan membuat tubuhmu remuk seketika dan tulang tubuhmu hancur, tidak akan ada yang dapat mengenalimu lagi yang sudah lancang bermain di gelombang rambut hitamnya. Bibirnya tebal, merah merekah, jika kau melihat bunga mawar seperti itulah merahnya. Dan sekali lagi kau pasti akan membayangkan mengulum bibirnya dan tidak mau untuk melepaskanya. Seperti kata pepatah, perempuan adalah makhluk paling indah. Perempuan bernama Wadon ini memang sangatlah indah. Tubuhnya yang proporsional menjadikanya sebagai object paling sempurna di kala ia sedang berjalan di tengah kota. Semua pasang mata tidak akan melepaskan pandanganya karena itu akan sangat merugikan, dan kamu pasti akan berfikir jika itu toh salahnya sendiri karena ia memiliki tubuh yang sangat sempurna yang hanya dibalut dengan kaos tipis hingga belahan dadanya sedikit terlihat.

“Aku benci, sangat membenci mata- mata itu yang memandangiku. Memakai pakaian tertutup ataupun tidak, sama saja. Ingin aku membuat mereka buta, agar tidak seenaknya menatapku! Aku benci mata- mata itu!”

Itu yang sering di ungkapkan Wadon jika sedang pergi kemanapun. Baginya sama saja jika ia memakai pakaian yang tertutup atau tidak, toh mata- mata itu selalu memandanginya. Seolah dia adalah makhluk luar angkasa yang memang patut untuk mendapatkan hadiah pandangan- pandangan dari mata- mata itu. padahal dari mata- mata itulah mereka nikmat memperkosanya.

Wadon memang sangat suka berjalan kaki kemanapun dia pergi selama hatinya sedang ingin dan dia mampu. Baginya berjalan merupakan kepuasan tersendiri, ia bisa membuang segala aura negative yang dia punya, melalui rasa lelahnya yang di salurkan pada sepasang kakinya. Perlahan menghilang dan tidak lagi memperdulikan mata- mata itu yang telah seenaknya memperkosa dirinya dengan pandangan mereka. Dia tak lagi peduli dengan kata-kata yang di lontarkan padanya dengan godaan- godaan klasik, katanya ia akan lebih tertarik jika mereka menggodanya dengan cara yang cerdas, maka iapun akan berfikir ulang untuk menanggapinya.

Wadon tidak memiliki saudara, ia anak pertama yang pada saat itu kehadiranya sangat di nantikan oleh kedua orang tuanya. Dan mungkin karena itulah orang tuanya sangat berhati- hati menjaganya. Jangankan untuk ikut berjalan- jalan bersama teman- temanya, bahkan bermain di sekitar rumahnya saja dia harus di antar dan di jemput. Di berikan waktu seberapa lama dia harus keluar rumah. Benar sekali jika teman- temanya menjulukinya Si Burung. Tentu saja yang di kurung di dalam sangkar. Segala yang di lakukanya ia lakukan di dalam sangkar itu bahkan membung hajat sekalipun. Setiap hari pemiliknya memberikan dia makanan berupa ulat kecil atau kroto, dan dengan senangnya si Burung itu memakan makananya dengan lahap, dan menghabiskanya dalam sekejap, terasa seperti makanan terlezat di dunia. Ah bukan...., sepertinya bukan hanya karena lapar hingga dia mau memakan ulat kecil itu dan si kroto, namun karena dia sedang penat, penat sepenat penatnya. Seumur hidupnya ia berada di dalam sangkar, tidak bisa merentangkan sayapnya seperti yang dia mau. Mengelilingi udara dan melihat daratan dari atas hingga bisa melihat peta- peta dimana teman- temanya di lahirkan, bahkan dirinya.

Terkadang ingin sekali dia menghujat, meminta penjelasan kepada ibunya yang telah menelurkanya, Atau neneknya, atau nenek moyangnya, atau nenek- neneknya sebelum moyangnya karena terkurungnya dia di sangkar sudah turun menurun entah sejak generasi keberapa dan ia juga ingin menayakan pada generasi sebelumnya kenapa mereka menurunkan nasib yang sedemikian sakit padanya. Berteriakpun sia- sia, bagi pemiliknya teriakanya yang menginginkan kebebasan adalah kicauan indah yang harus di lestarikan dan anehnya semakin dia berteriak dengan miris semakin sayang pemiliknya padanya. Lalu siapa yang akan peduli? Tidak ada, karena memang dia hanyalah seekor burung piaraan yang sampai matipun akan hidup di dalam kandang. Kebebasan, hanya omong kosong!

“sekarang..., mungkin aku dapat berjalan. Di sini, di jalan ini, bebas, dapat bernafas, namun...., sebentar lagi..., sebentar lagi.....”

Ya, sebentar lagi siapa yang akan menduga dengan nasib si Wadon ini. Nafasnya bukanlah miliknya. Apa yang sekarang ada di tubuhnya bukanlah miliknya. Menurutnya dia itu kosong mlompong, tak berisi. Hanya saja Tuhan mengizinkan dia untuk meminjamkan seonggok daging menggumpal yang kemudian berwujud tubunya dengan hembusan nafas yang memberikan ruh- ruh hingga membuatnya bisa berdiri seperti saat ini. Dan memang sebentar lagi...., umurnya telah berkurang 20tahunan dan itu pertanda jika ia semakin dekat dengan kematian. Liangnya sudah meraung memanggil manggilnya dan setia menunggu ke datanganya. Menurutnya manusia jaman sekarang sungguh luar biasa ajaib. Jika berulang tahun hal pertama yang di lakukanya adalah membuat pesta. Disuguhi dengan kue tart yang lezat, di banjiri dengan hadiah dan ucapan “selamat hari lahir’. Menurutnya kata- kata “selamat hari lahir” kuranglah tepat. Yang tepat adalah “selamat mendekati kematian”. Bukankah itu sangat logis..., dan kenyataanya memang sepeti itu. Jika semakin tahun umur kita semakin berkurang satu demi satu. dan kita harus mengembalikan ruh yang sudah kita pinjam berpuluh tahun lamanya.

Di umurnya yang sudah dua puluh tahunan ini, Wadon belum memiliki pendamping satupun, ataupun kekasih. Anehnya yang di pikirkanya bukanlah mencari seorang suami ataupun kekasih. Yang dipikirkanya adalah bagaimana jika secepatnya dia mengandung. Baginya mengandung adalah hal yang sangat luar biasa. Keajaiban yang harus di rasakanya sebelum ia mati. Bagaimanapun caranya. Ia sangat menunggu saat- saat dimana perutnya yang semakin lama semakin membesar, karena di dalam perutnya telah tumbuh seorang janin yang akan mengemban tugas penting, bagaimana ia bisa merasakan tendangan-tendangan yang menyentuh kulit perutnya dengan lembut, merasakan ada satu lagi denyut nadi yang dibuat dari darahnya, dari belahan jiwanya. Dan bernafas dari oksigen yang di resap dari dalam tubuhnya. Betapa ia akan rela memberikan apapun demi lahirnya si bayi dengan sehat. Tapi bagaimana caranya dia bisa mengalami itu jika ia sama sekali tidak memikirkan suami sedikitpun?! Sedangkan dia tahu jika adanya janin pasti karena adanya ovum dan sperma yang menyatu. Dan dia tidak bisa menyangkal itu. Memang benar jika Wadon sulit untuk kembali percaya pada makhluk yang dinamainya Lelaki. baginya lelaki itu seonggok daging yang berisi idealis yang berjalur kelogisan dan memiliki gengsi lebih besar dari kepalanya, mengkalkulasi hal- hal yang membuatnya untung maka akan di pilihnya, jika membuatnya rugi maka akan di tinggalkanya, urusan perasaan tidaklah terlalu penting baginya. Bagi kekasihnya, Wadon itu orang yang merugikan, tidak berotak dan terlalu melankolis sehingga ia di tinggalkan atas nama perbedaan. Dan sejak mengetahui itu maka Wadon mulai meragukan keberadaan makhluk yang bernama lelaki.

Wadon sekarang sudah sampai di tempat tujuanya. Perjalananya yang menggunakan sarana trasportasi kakinya itu membawanya pada tempat yang sangat indah yang menciptakan kedamaian dengan deru ombaknya yang saling bersahut. Dan sekarang ia sudah berdiri di sebuah pantai yang sangat luas. Garis khatulistiwa terlihat telah membentang sepanjang mata memandang. Menyatukan dua dunia yang berbeda. Langit dan bumi. Ia dapat mencium aroma asinya yang terbawa angin. Jika ditanya ingin jadi apa di lautan, maka ia akan menjawab jika ia ingin menjadi pelangi didalam lautan. Agar tidak hanya yang di darat atau di udara saja yang dapat melihat betapa indahnya pelangi dengan tujuh warnanya, namun segala mahluk yang ada di dalam lautanpun dapat melihat tujuh bidadari yang turun dari langit dengan berpijak pada pelangi. Jikapun makhluk- makhluk lautan itu buta warna maka ia akan menyentuh dengan kasih supaya sejenak dapat melihat pelangi itu. Karena ia yakin Tuhanpun akan mengizinkanya untuk memerlihatkan keindahan pelangi di dalam lautan. Dan kata Wadon makhluk laut itu akan turut bersinar terangnya karena sangat bahagia. Dan sekali lagi aroma asinya itu membuatnya tenang.

Wadon masih memandangi khatulistiwa, tidak ada yang di pikirkanya. Karena memandang langit yang sedang bersetubuh dengan laut itu membuatnya sangat damai. Kadang Wadon berfikir bagaimana nanti rupa anak langit dan bumi itu, apakah akan semegah mereka berdua atau sebaliknya. Akankah memiliki lebih dari satu atau tidak sama sekali. Yang pasti dia adalah orang pertama yang akan sangat bahagia mendengar kabar tentang lahirnya anak langit dan bumi itu.

“apa kau bisa lihat...? langit dan bumi, dua hal yang berbeda namun bisa menjadi satu. Ya..., karena mereka percaya.”

Baginya perbedaan itu indah, akan lebih indah jika semuanya bisa menerima perbedaan itu dengan kesadaran, karena perbedaan hanyalah formalitas klasik dan tradisi yang dilihat sekarang padahal pada dasarnya memang kita dibuatnya dari satu induk yang sama. Seperti langit, yang berada di lapisan paling luar bumi, ia memiliki misi visi akan keberadaanya di jagad raya. Begitu pula dengan laut. Tapi toh mereka bisa menjadi sepasang yang harmonis. “perbedaan” hanya omong kosong bagi mereka yang tidak siap dan menerimanya. Bahkan kau pun bisa saja merasakan itu. begitu pula Wadon.

Ternyata banyak sekali yang di pikirkan si Wadon ini, lebih banyak dari yang sudah di perkirakan, Gara- gara terlalu banyak pula hingga membuat dia merasa kosong. Mlompong. Membuatnya limbung. Mungkin sudah saatnya pentium di otaknya di ganti jadi yang lebih baru dan baik. Tapi rasanya tidak akan mungkin jika ia akan menggantinya, yang di lakukanya pasti adalah menambah, supaya ruang yang tersedia untuk apa yang di pikirkanya itu dapat menampungnya, tidak akan Wadon menghapus memorynya untuk memory- memory barunya. Memory menurutnya sangatlah penting, dari memory itu ia dapat mengingat segala rasa yang pernah ia rasakan, mulai dari yang sedih hingga yang bahagia sekalipun. Wadon terkadang menangis sendiri. ia merasa jika memory yang ia miliki tentang orang- orang yang disayanginya sangatlah sedikit. Jikapun bisa ia ingin meminjam mesin waktu untuk mengenal orang yang di sayanginya lebih banyak. Tapi Wadon memang menyadari jika itu sepenuhnya tidaklah mungkin dapat ia lakukan. Mau tidak mau ia harus mencari sendiri memory- memory itu langsung kepada orang yang telah menjadi bagian dari hidupnya karena ia yakin jika pertemuanya dengan orang lain tidaklah suatu yang kebetulan belaka. Pasti ada suatu hal yang memang belum terselesaikan sebelumnya hingga pada akhirnya ia di pertemukan dengan banyak orang saat ini.

Wadon masih berdiri memandangi laut, angin yang sedari tadi berhembus membuat rambutnya yang bergelombang terkibar. Wajahnya menjadi semakin tenang dan bersemangat tidak lagi bermuram. Karena sedari tadi angin telah merengkuhnya hingga Wadon tidak lagi merasa sendiri. wajahnya sekarang berubah menjadi wajah yang penuh dengan keyakinan.

“ tidak, tidak akan aku membuat otaku kosong mlompong!”

Ya..., tidak akan membiarkan otaknya kosong mlompong. Tentu saja ia kembali meyakinkan dirinya sendiri untuk berdamai dengan si kosong itu dan menerima jika ada moment- moment dimana dirinya sedang merasakan kekosongan yang teramat sangat. Memang sangat menyakitkan, kau bahkan dapat melihat kembali Wadon yang sedang menangis karena merasakan kekosongan. Tidak akan lagi jika Wadon dapat mengisi dengan apapun kekosongan itu jika ia tidak menerima dirinya yang sedang meraasakan kekosongan.

Wadon masih memandangi khatulistiwa. Ia terduduk di bibir pantai tetap sambil memandang ke arah depan, tak peduli jika pakaianya telah basah karena rembasan air di pasir, ataupun ombak yang melumati kakinya hingga basah. Matanya sangat berbinar, seperti mengeluarkan sinar hingga kegelapan paling jahanampun dapat ia terangi, dipandangnya langit yang sekarang sudah terlihat agak keorange-an. Kembali terfikir olehnya apa yang sedang dilakukan Tuhan setiap harinya di waktu yang sama seperti saat ini, apakah Tuhan sedang memasak dan langit inilah tungku yang mengeluarkan api, bukan api yang panas seperti di neraka seperti orang- orang sering bilang, namun api ini berwarna orange yang sangat hangat. Katanya walau kau berada di antartika sekalipun jika melihaat langit berwarna orange ini maka akan merasakan hangat, seperti di peluk seseorang dengan sayang yang melimpah. Dan Wadon sangat rindu akan pelukan yang hangat itu. Bukan dari bapak atau ibunya, namun yang dapat membuatnya merasakan dia tidaklah lagi sendiri menanggapi persepsi- persepsi yang di lontarkan padanya jika dia adalah seorang perempuan.

Matahari yang seperti buah jeruk itu semakin lama semakin tenggelam. Tubuhnya yang tadinya terlihat bulat seperti nol itu semakin lama semakin tenggelam di antara penyatuan langit dan bumi. Warna langit orangenya semakin lama semakin terlihat agak menghitam. Begitu pula dengan apa yang di lihatnya, semakin lama semakin gelap. Tuhan telah memberikanya malam. Dan memang selalu dengan sepaket keindahan yang tiada tara. Hingga kita tidak akan menyangkal jika Tuhan adalah seniman abadi dan tidak akan ada satupun manusia yang dapat menandingi karyanya. Wadon kemudian membaringkan tubuhnya, ia santaikan bagian- bagian tubuhnya dan kembali menghayati aroma asin dari lautan. Di lihatnya langit yang sekarang tidak lagi berwarna biru namun telah berwarna biru kegelapan. Awan masih setia mendampinginya, tidak akan melepaskan diri dari si langit jika hujan belum turun. Sedangkan sekali lagi Wadon di hadiahi banyak sekali keindahan hari ini. Tuhan saat ini telah memberikanya bintang. Tidak hanya satu, bahkan hingga berjuta bintang dapat ia lihat saat ini. Menurutnya bintang itu mirip dengan kunang- kunang. Jika ada orang yang meninggal maka nyawanya di hantarkan kunang- kunang ke langit sana. Makanya jika ada yang meninggal di daerah Wadon maka ia dan orang- orang di sekitar akan berdzikir saat melihat kunang- kunang. Namun Wadon sangat menyukai kunang- kunang. Karena kelip cahayanya itu membuatnya sadar betapa kecilnya dia didunia ini. Lalu untuk apa dia harus menyombongkan diri akan eksistensinya di sini. Hanya membuatnya menjadi musuh bagi dirinya sendiri.

Angin pantai semakin kencang bertiup di daratan. Ombak tidak hanya melumat kakinya sekarang, namun tubuh Wadon telah basah karena air laut yang pasang. Wadon masih memandangi langit. Ia tetap membiarkan tubuhnya yang sekarang sudah basah. Merasakan nyaman jika ia sebenarnya sedang di cumbui oleh air laut yang asin. Ia jadi membayangkan bagaimana rupa anaknya nanti jika dia telah bercumbu dengan air laut. Apakah akan tetap menjadi air, atau malah menjadi pasir, atau menjadi ikan kembung yang buntel melayang- layang di permukaan air. Dan Wadon hanya tertawa membayangkan itu. Sesaat kemudian lagi- lagi Wadon tersenyum dengan penuh rasa takjub, satu lagi makhluk yang muncul diatasnya. Purnama. Wadon menjulurkan tanganya kearah Purnama. Seolah- olah ia ingin mengambil purnama itu. Dan mengkoleksikanya.

“purnama...., nama yang di berikan Lanang untuku, katanya...., aku aadalah purnama..”
Wadon menurunkan tanganya. Ia tahu jika sampai matipun purnama tidak akan dapat ia genggam. Ia hanya memandangi keindahan purnama, baginya adalah jalan lain untuk bersahabat denganya. terlalu rakus seperti tikus jika ia ingin memiliki sendiri purnama itu. Sedangkan purnama saja adalah pinjaman dari Tuhan untuk semua makhluk yang ada, hingga kemudian Milik plangkton- plankton di lautan ini, milik jangkrik di sawah sana, milik kelelawar di gua sana dan milik semua manusia yang ada. Jika purnama itu di ambil olehnya maka ia adalah orang yang sangat egois, memisahkan purnama dari bumi hingga bumi akan berputar pada porosnya sendirian. padahal adanya purnama juga karena adanya bumi dan adanya bumi juga karena adanya purnama. Jika salah satunya tidak ada maka tidak akan ada lagi keseimbangan. Bumi akan pincang.

Wadon teringat denganya. ya..., seseorang yang telah memanggilnya dengan sebutan purnama. Kata orang itu, walaupun purnama mendapatkan sinarnya dari matahari, namun purnama membuat malam menjadi indah, membuat langit menjadi orange hingga makhluk di daratan akan berhenti sejenak melupakan segala amarahnya. Sesal dan penatnya. Betapa orang itu telah membuat Wadon menjadi perempuan yang sangat berarti. Dan Wadon menangis.
Dan aku melihatnya, selalu melihatnya dimanapun dia berada. Bahkan sampai detik inipun aku melihatnya. Wadon yang sedang terbaring di bibir pantai dan seluruh tubuhnya basah karena dicumbui oleh air laut sambil menangis. Dan aku sungguh selalu melihatnya. Dan akan selalu melihat dan melindunginya dimanapun dia berada. Purnama.

Jumat, 03 Desember 2010

KEMBALI JATUH HATI

dan untuk pertama kalinya aku meraskanya kembali
ya...
jatuh
aku jatuh ke dalam hati
bukan hanya hatiku
namun aku jatuh ke dalam hatimu