Minggu, 26 Desember 2010

SATU TAHUN YANG LALU

satu tahun yang lalu....
waktu saya habiskan untuk mempertanyakan "apakah perbedaan itu", "apakah ras itu?", " apakah sayang itu?". itu satu tahun yang lalu..., sekarang saya serahkan satu tahun yang lalu untuk masa lalu dan saat ini, untukmu yang masih selalu mempertanyakan itu.

mungkin karena saya masih dendam padamu, masih sangat marah padamu karena penyataan tetek benyek itu. namun.......
terimakasih telah membuatku mempertanyakan itu
yang telah menyadarkanku jika kau masih berada di masalalu

selamat hari baru!

Jumat, 24 Desember 2010

Teringat Kembali

teringat kembali.
memang badanku sekarang tinggalah separuh
bahkan ruhkupun tingalah separuh
separuhnya sudah aku penhkan dengan benci untumu
untuk mengingat benciku

SAYA DAN DIA

laeurwbvyile blwakryhbvlayskerhcvlakruybvwcier
yvawsmmlhcuweyarxm,pqowizxe,wefulkehf
rioqwnhmxcmcweiocvnwy';wo3icn;
owmre.lwefuncv;ow3ircv;aw3urc;oercv[qw3
oupcv;mzxz,prfye4o;tgefjh;qwleru12
390qwio;d;fhlkdhy'OIQFYW';KLXLWKfhyeoia
wrga/o;eirQFklfjasydfgoiasdhag;eiy;alsfl
aksdjfhvweogtfyhjlwaeidryelwaeircfybaweu
iwryiltucnwliyulawieutywclicvkryEIGYEBVW
T;YIRCBHXQWLYIOSEXDBAKSJDQCPWIEUlwtrkasjg
fLFTLWAEKGFLJEQWIOUET07924102356923fjqpo
cvmlewfrc,elfjkwveoqby/ilzxkqiowybxcwetuvq2cop389cnwvej
vebwugbvhjweiorybaqa,bvfryo3icbrylawecb
ykscbq2tyderlbkwcaeucboiuaw3tcrbioqw3ucbtrw
3iowtraw3ciomcrtgfyuadslafyubklawcvweurcv

Rabu, 22 Desember 2010

NAMAKU WADHON ( final part )

LANANG

Lanang

Lihatlah cahaya itu, bersinar dengan terangnya hingga kau akan merasa silau. Hingga kau akan melindungi matamu dengan jari- jari tanganmu, namun semakin lama maka kau akan menatap cahaya itu dengan matamu sendiri yang bertelanjang. Karena cahaya itu terasa sangat hangat dan memang di ciptakan hanya untukmu seorang. Lanang nama cahaya itu. warnanya sangat putih, hingga banyak sekali bidadari yang berebut dapat menapaki Lanang untuk turun ke bumi. Memang suatu kehormatan bagi Lanang untuk mengantar para bidadari itu turun ke bumi dengan menapaki cahayanya, namun, cahaya Lanang hanya dapat di persembahkan bagi purnamanya. Seumur hidupnya akan ia tunggu purnamanya untuk menapaki cahayanya menuju surga. Lanang tidak akan mengizinkan siapapun untuk menapakinya terkecuali purnamanya. Ingin sekali Lanang mencium kening purnamanya sambil membisikan maaf padanya karena ia tidak dapat menjemputnya. Seandainya saat itu Lanang mampu maka dengan memberikan sisa nafaspun akan ia lakukan.
Pertama kali bertemu dengan Wadon, Lanang merasa jika tulang rusuknya telah memanggil, memanggil nama Wadon dengan seruan yang tiada henti. Padahal sedikitpun ia tidak pernah melihat ataupun mengenalnya. Namun rusuk Lanang membisikan nama Wadon tiada henti hingga ia tahu jika tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Jika di kehidupan sebelumnya ia telah mengenal Wadon jauh dari yang pernah ia bayangkan. Dan sejak saat pertama bertemu dengan Wadon maka ia berjanji akan selalu ada di dekatnya. Dan memang terbukti jika Lanang dapat lebih dekat dengan Wadon. Walau tidak dapat kalian lihat sekalipun, tapi percayalah jika Lanang selalu berada di dekat Wadon dan memeluknya dengan cahaya.
Sekali lagi. Sekali lagi di kehidupan ini Lanang tidak dapat memenuhi janjinya itu. dan memang takdirnyalah jika ia dan Wadon tidak mungkin dapat menjadi satu di dalam dunia. Baginya tidaklah masalah jika tubuhnya tidak bisa menyatu dengan tubuh Wadon. Karena toh yang akan terjadi juga tidak akan abadi. Hanya memberikan kepuasan- kepuasan sesaat atas nama cinta. Namun jika ia menjadi cahaya dan Wadonpun menjadi cahaya, mereka berdua tidak akan pernah terpisahkan. Bersama sama mereka akan memberikan cahayanya untuk orang- orang yang kehilangan cahayanya.

Namun Lanang sangat bahagia. Baginya, menjadi cahaya adalah hal yang paling indah seindah Wadon yang di temuinya. Setiap saat, bahkan setiap detik cahayapun Lanang dapat selalu berada di samping Wadon. Memberikan Wadon hangat agar ia tidak lagi merasakan kesendirian karena lebih dari separuh hidupnya telah diambil oleh persepsi. Dan baginya, jikapun ia sekarang menjadi cahaya yang sangat terang benderang dan di perebutkan oleh banyak bidadari namun Wadonlah yang memberikan cahayanya itu. memory Wadon akan dirinya membuatnya tetap ada, rasa untuknya membuatnya tetaplah menjadi hangat. Semakin Wadon mengingatnya maka cahayanya akan semakin kuat. Semakin Wadon selalu menyebut namanya di dalam hati maka semakin Lanang mendapatkan kekuatan. Dan semakin membuat Lanang percaya jika Wadonlah belahan jiwanya. Baik di kehidupan sebelumnya, kehidupanya saat ini, ataupun kehidupanya nanti karena Tuhan memang sudah mengizinkan jika Wadon terbuat dari tulang rusuk milik Lanang.

Sebentar lagi. Itulah kata- kata yang sering di ucapkan Lanang hari ini, kemarin, kemarinya lagi dan kemarin kemarinya lagi. Siapa yang akan tahu apa yang sedang dipikirkanya?, ia adalah cahaya, yang tidak hanya menyinari satu atau dua titik yang ada di bumi, namun menyinari semua yang sedang dalam kegelapan. Termasuk kamu. Saya. Kalian. Dan kita. Di saat yang sama dia memikirkan kata “sebentar lagi” itu telah berdiri pula disampingnya cahaya yang sama putihnya denganya lebih putih dari cahaya miliknya. Jika di sentuh oleh cahayanya maka bulu romamu akan berdiri, bukan karena rasa takut seperti saat kau bertemu dengan makhluk halus. Namun kau akan merasakan nyaman dan damai. Ringan dan bebas seolah segala beban tidak lagi ada karena di hilangkan olehnya. Lanang tidak berkenalan dengan cahaya itu. karena tanpa menanyakanyapun ia sudah tahu siapa cahaya itu. banyak sekali yang mereka bicarakan, mulai dari buah kuldi yang membuat Adam dan Hawa di turunkan ke bumi, pun tentang bagaimana caranya menggoda dewa yang menunggu pintu neraka supaya kita tidak masuk ke dalamnya. Tanpa kata. Tanpa dialog. Tapi mereka tahu apa yang sedang di bicarakan. Apa yang sedang di tertawakan.

Dan sebentar lagi, sebentar lagi, sebentar lagi jika cahaya yang menjadi teman Lanang tidak lama ini menuruni tangga menuju ke bumi. Saat itupula Lanang mulai merasa berdebar- debar, sangat berdebar- debar hingga membuat cahayanya berpendar, beretebaran dan memberikan kehangatan hingga bidadari kayanganpun turut merasakan bagaimana dirinya yang sedang menunggu moment- moment paling membuatnya ketakutan. Moment dimana Lanang telah di jemput oleh kembaran cahaya yang sedang turun ke bumi itu.

Dan Lanang menangis. Membuat hujan turun di daerah sekitar rumah Wadon. Padahal hari terang benderang dan cahaya mataharipun masih bersinar terangnya. Bidadari – bidadari itu turut bersedih melihat Lanang yang sedang menurunkan hujan di siang hari cerah itu. bidadari- bidadari itu memang sedikit kesal karena Lanang tidak memperbolehkan dirinya menapakinya untuk turun ke bumi. Karena Lanang hanya memperbolehkan purnamanyalah yang menapaki diri di cahayanya itu. namun bidadari- bidadari itu sangat terpesona oleh cahaya Lanang yang terang benderang, tidak masalah jika mereka tidaklah dapat menapaki cahayanya yang putih dan terang benderang, karena melihat cahayanya yang bersinar saja sudah membuat para bidadari itu bersyukur telah dapat melihat cahaya yang begitu indah. kemudian bidadari- bidadari itu berdiri disamping Lanang sambil memberikan kekuatan. Saat itu Lanang merasa sangat bersalah pada bidadari- bidadari itu, betapa ia terlalu sombong tidak mau memberikan cahayanya untuk ditapaki mereka turun ke bumi. Seharusnya itu adalah hal yang dapat membahagiakan dirinya. Lanang sangat menyukai pelangi. Pelangi baginya seperti purnama. Memberikan banyak rasa padanya. Tidak hanya rasa sedih yang membuatnya menangis. Namun rasa sayang yang hangat juga dapat ia rasakan melalui pendaran warna- warna pelangi yang indang itu. sedangkan pelangi saja sangat bersedia di tapaki oleh para bidadari kenapa ia begitu sombong tidak mau melakukanya juga. Dan sekarang, bidadari- bidadari itu telah beridiri di sampingnya. Memberikanya kekuatan untuk melihat teman cahayanya menjemput Wadon.

Hujan telah berhenti. Matahari masih bersinar dengan gagahnya. Dan pelangi melingkar seperti cincin di jari manis bumi. Tidak ada bidadari yang turun saat itu. tidak ada untaian selendang mereka yang indah yang melambai hingga turut memberikan warna. Namun bidadari- bidadari itu telah berdiri di samping Lanang. Berkenalan dengan Wadon yang telah menjadi cahaya sekarang.

NAMAKU WADHON ( Part 2 )

SUMUR, KASUR, DAPUR

Fatamorgana. Kata itu adalah kata yang akan terucap jika kau melihat tempat sebuah gurun pasir yang tidak akan ada habisnya sejauh matamu memandang. Panasnya tidak hanya akan membuatmu dehidrasi namun akan membuatmu membusuk dan mati. Angin memang berhembus namun hanya akan membuatmu melupakan sejenak saja panas yang tanpa sadar sudah membuat bibirmu mengelupas. Dan kau juga akan mendengarnya. Seruan- seruan itu. Seruan yang meronta miris dan tidak ada yang akan peduli. Begitu pula denganmu jika berada di sini, seruan yang di bawa angin itu akan menjadi beban yang harus di buang jauh- jauh. Seolah- olah kau tidak mendengar apapun. Untuk hidupmu sendiri di gurun saja sangatlah sulit apalagi jika harus membagi minumanmu dengan orang lain. Pasti kau tidak akan mau.

“fatamorgana...., kata siapa fatamorgana hanya ada di gurun pasir?! Hidupku adalah fatamorgana, seluruh hidupku, seluruh nafasku, seluruh tubuhku. Seluruh harapanku. Fatamorgana!”

Wadon sekarang terbaring di kasurnya. Tanpa busana. Tidakah kau dapat membayangkan bagaimana tubuh moleknya itu dapat kau jamah untuk kepuasanmu semata.

“kata bapaku, kerja perempuan hanya ada 3. Kasur, Sumur dan masak. Hanya tiga itu saja. Tidak ada yang lain. Sekarang.... aku di atas kasur, sedang bekerja untuk suamiku sendiri. kata bapaku dan agamaku, perempuan itu harus patuh dengan suami. Melayani suami apapun kondisinya. Jika tidak aku yang berdosa”.

Wadon hanya memandang langit- langit rumahnya yang berpeta- peta karena air hujan. Saat dia bosan maka ia membayangkan jika peta- peta itu adalah tujuanya kemudian, ia akan menetap di salah satu pulau yang ada di dalam peta tersebut dan akan membangun sebuah negara dimana pemimpin tidaklah masalah jika seorang perempuan. Dan tiga pekerjaan yang di katakan bapaknya itu tidak akan lagi berpengaruh sepenuhnya di negara barunya. Negara barunya akan memberikan lapangan pekerjaan yang layak. Hingga tidak akan ada lagi pelacur- pelacur jalanan yang rela mendapat bayaran hanya Rp. 20.000,00 saja untuk para lelaki yang sedang bosan dengan istri- istrinya.
Wadon bisa mendengarnya, desahan- desahan suaminya yang sedang dalam masa puncak. Bukanya Wadon tidak ingin peduli dengan apa yang di lakukan suaminya itu, iapun siap untuk melayaninya kapanpun dia mau. Namun Wadon merasa sangat bosan melakukan rutinitas yang sama. Bercumbu dengan suaminya tidak jauh berbeda dengan pelacur. Toh keduanya mendapatkan uang dan melayani lelaki. hanya saja Wadon di ikat oleh pernikahan sehingga bercumbu dengan suaminya tidaklah haram. Dan di berinya uang adalah bentuk tanggung jawab si suami padanya. wadon masih memandangi langit- langit rumahnya. Kali ini mulai terpetakan lagi karena hujan mulai turun. Deras. Ia mengerutkan dahinya. Tentu saja membuatnya berfikir ada apa dengan cuaca hari ini. Bulan ini sama sekali bukanlah musim penghujan. Tapi malam ini hujan turun begitu derasnya. Bahkan suara petir sedari tadi tidak mau berhenti menggema. Seolah sedang menunjukan jika malam ini dialah yang sekarang berkuasa.

“ bukan..., saat ini yang berkuasa adalah suamiku. Bukan kamu!”

Bagi Wadon, yang berkuasa sekarang bukanlah si petir itu, mengaung hingga menyambar banyak tempatpun tetap saja yang berkuasa saat ini adalah suaminya yang sekarang sedang menikmati tubuhnya. Sebenarnya di dalam hatinya, Wadon sedang berteriak. Ingin sekali ia mengucap berhenti. Dan ia ingin melakukan banyak hal. Tidak hanya melayani suaminya atau hanya berdiam diri di rumah. Ia ingin melakukan banyak hal, tidak hanya berguna bagi suaminya namun bagi dirinya sendiri dan orang lain.

“ ah...., siapa yang akan peduli?! Hingga ngotot ingin berguna untuk orang lainpun siapa yang peduli?! Sedangkan berguna bagi diri sendiri saja aku tidak mempunyai daya!”

Siapa yang akan peduli jika Wadon sekarang sedang meronta- ronta. Dan yang ada lagi- lagi ia akan menjadi korban cibiran- cibiran orang- orang karena tidak mau menjadi istri yang baik. Karena mereka seperti bapak, berfikir jika perempuan hanya pantas melakukan tiga hal, sumur, masak, kasur.

Umur Wadon sekarang hampir tigapuluh tahun. Ia telah menikah dengan lelaki yang bernama Badai. Lelaki yang tidak di kenalnya sama sekali. Lelaki yang di pilih bapaknya saat ia sedang dekat dengan orang lain. Lanang. Dan saat ini lelaki yang memberinya nama purnama itu tidak ada sedikitpun kabar tentangnya kata hati Wadon. Mana peduli bapaknya jika Wadon sedang dekat dengan orang lain. Jikapun peduli perjodohanya tetap berjalan sesuai dengan keinginan bapaknya. Bapaknya bilang Badai adalah orang yang tepat untuknya. Dan pasti akan dapat membahagiakanya, demi kebaikanya juga.

“bapak sok tahu...., baik kata bapak belum tentu baik buatku!”

Wadon sangat menyesalkan perkataan Bapaknya itu. Dia sama sekali tidak ingin menjadi anak yang durhaka dengan melawan ataupun membantah dalam hati sekalipun. Namun keputusan Bapaknya itu sama saja dengan pemaksaan. Hingga Wadon tidak di berikan hak bersuara memilih apa yang diinginkanya. Dan menurutnya tidak hanya sampai saat ini ia tidak boleh memilih apa yang ia ingin suarakan. Bahkan mungkin menurutnya dari lahirpun hak- haknya sudah tidak lagi miliknya namun milik ibu dan bapaknya. Dan pastinya mereka akan mengatas namakan kebaikan. Jika mereka adalah orang yang melahirkan dan membesarkanya.

Kadang Wadon bertanya- tanya. Apakah teman- temanya juga di perlakukan hal yang sama seperti dirinya?. Atau hanya dirinya saja yang mengalami nasib seperti itu. Orang tua yang hanya memutuskan sepihak bagaimana seharusnya kehidupan yang harus di jalani. Jika membantah maka kata- kata ampuh yang akan di lontarkan adalah anak durhaka! Siapa yang akan mau mendapat julukan seperti itu. Sedangkan Tuhan akan memasukan anak- anak durhaka ke dalam neraka. Dan mendekamlah Wadon di neraka. Dan siapa yang akan menolongnya di sana?! Tidak akan ada.

Setiap hari ibu dan bapaknya menayakan kapan Wadon akan memiliki anak. Sudah menikah selama bertahun- tahun kenapa tidak mempunyai anak barang satupun. Wadonpun tidak mengerti kenapa hingga sampai saat ini ia belumlah memiliki anak. Padahal tetangganya yang baru beberapa bulan saja menikah sudah dinyatakan hamil. Setiap hari suaminya mengantar kemanapun dia pergi, di jaganya hati- hati supaya dua nyawa yang menjadi tanggung hawabnya dalam keadaan baik- baik saja. Dan hamil adalah salah satu hal yang akan membuat Wadon bahagia dimana dia dapat merasakan moment mengandung selama 9 bulan. Dan bagaimanapun caranya ia harus dapat mengalami moment berharga itu. ia berjanji jika ia akan mendengarkan apapun yang ingin di lontarkan oleh anaknya. Entah nanti jika anaknya lelaki ataupun permpuan. Ia tidak akan sedikitpun secara sepihak mengambil hak anak- anaknya. Dan Wadon berjanji!.

jam di dindingnya telah menunjukan pukul 5 subuh. Wadon sebenarnya bukanlah orang yang dapat bangun sepagi itu. namun sudah sejak lama ia selalu terbangun di waktu subuh. Kata ibu dan bapaknya perempuan harus bangun pagi dan memasak. Setiap hari kata- kata itu terus di dengarnya. Hingga terasa muak. Kembali lagi Wadon bertanya, kenapa kata- kata itu tidak di lontarkan pula terhadap para lelaki. Jika Wadon harus bangun pagi dan memasak lalu kemudian apa yang di lakukan para lelaki saat itu juga? Apa mereka akan benar- benar melakukan hal yang sama? Bangun pagi lalu kemudian meracik bumbu untuk mengisi semua perut makhluk yang ada di dalam rumah.

“ namaku Wadon, duduk setiap hari di depan pawon”

Wadon yang hanya memakai kaos dan celana lusuh sudah duduk didepan pawonya. Ia sedang menunggu airnya mendidih. Kepulan asap menjulang tinggi saat Wadon meniup api pawonya dengan menggunakan sebilah kayu pendek berbentuk silinder. Pantat dan kulit pancinya langsung menghitam karena asap. Namun Wadon tidak peduli itu. yang ia lakukan malah semakin kencang meniup semprongnya maka semakin pekat pula asap dan abu bertebaran di dapurnya. Baginya semakin besar apinya akan semakin cepat airnya mendidih. Jadi ia tidak perlu berlama- lama duduk dan mengheningkan cipta sendiri di dapur. Wadon memandangi asap yang menjulang tinggi ke atas. Matahari pagi telah masuk dari sela- sela atapnya yang sedikit terbuka. Dilihatnya cahaya yang masuk itu dengan seksama. Berwarna putih. Seperti kain bidadari pelangi yang hendak terbang ke langit. Betapa indahnya sapaan di pagi harinya itu. Wadon kembali menatap pancinya yang sudah agak menghitam. Air di dalamnya belum mendidih. Hanya uap panas yang dapat di lihatnya.

“ namaku Wadon, setiap hari membuat bumbu untuk membuat sayur dan nasi. Namaku Wadon, setiap hari menunggu suami pulang kerja. Namaku Wadon. Namaku Perempuan”

Wadon kembali lagi meniup api pawonya sekuat tenaga. ia berharap air itu cepat mendidih. Karena semakin cepat mendidih maka semakin cepat pula ia memasak. Keringat sudah mengucur di anak rambut Wadon. Bahkan kaos lusuhnya sudah terlihat bercak- bercak basah. tak lama air di dalam pancinya kemudian mendidih membuat Wadon tersenyum. Sesegera mungkin ia menanak nasi karena ia harus ke pasar untuk membeli bahan- bahan yang akan di masaknya hari ini.

Terlihat Wadon yang berdiri dengan tegap di depan pintu. Dilihatnya cahaya matahari yang sekarang sudah terang benderang menyinarinya. Baginya cahaya matahari adalah nafasnya. Yang membuatnya hidup dan memiliki harapan. Memang segalanya telah diambil darinya, dari yang kecil hingga yang besar sekalipun. Hingga memory- memory yang seharusnya indahpun tidak dapat ia ciptakan karena dogma- dogma yang sudah klasik dan tidak lagi berdasar. Tapi ia sangat bersyukur. Sangat bersyukur Jika cahaya matahari masih dapat ia rasakan hingga pelukan hangatnya sampai pada tulang rusuknya yang paling dalam. Bebas. dan lepas.

Rabu, 08 Desember 2010

NAMAKU WADHON ( Part 1 )

PURNAMA

“Namaku Wadhon, bapak menamaiku seperti itu karena aku perempuan. Lucu....., mentang- mentang aku adalah perempuan lalu dinamai perempuan pula.....”

itulah yang di ungkapkan Wadon, setiap hari, ia tidak mengerti kenapa bapaknya memberi nama itu, padahal alasan bapaknya itu memang benar, karena dia seorang perempuan, makanya dinamainya perempuan juga. Tapi itulah yang membuat Wadon tidak habis pikir. Sudah tahu dia perempuan, memiliki dua buah dada, dan kelaminya dinamakan vagina, semua orangpun tahu itu, namun kenapa harus di sematkan nama perempuan pula. Seolah menekankan sekali lagi jika dia adalah seorang perempuan. tidak hanya hingga sampai saat ini namun sejak pertama kali ia berada di dalam rahim ibunya, Saat ovum dan sperma bertemu pada akhirnya setelah melakukan katarsis dari tubuh- tubuh yang memang memuja akan kenikmatan. Dan memang jauh sebelum itu ada, takdirnya sebagai perempuan bernama Wadon memang sudah di rencanakan oleh Tuhan! Dan pertanyaan itu sudah tertulis di dalam otaknya dalam- dalam, ada tempat tersendiri bagi syarafnya yang menyimpan pertanyaanya, terkunci rapat dan akan terbukaa pada saat ia membutuhkan jawaban. dan Wadon tidak dapat membantah sedikitpun akan kenyataan yang mengatakan jika dia adalah seorang perempuan yang bernama “Wadon”.

Nama perempuan itu Wadon. Umurnya sekitar dua puluhan. Tubuhnya memang seperti perempuan. Memiliki dua buah dada yang sangat terlihat jelas karena terlalu besar untuk tubuh kecilnya yang berwarna kecoklatan seperti buah sawo yang sudah masak. Katanya buah dadanya terlihat mengkel, padat dan lembut seperti buah mangga yang masam rasanya, tapi nikmat. Dan saya yakin matamu tidak akan lepas dari buah dadanya yang terlalu indah itu, serasa ingin meremasnya ataupun menciuminya hingga puas! bahkan banyak perempuan yang iri akan keindahan buah dadanya yang mengkel itu. Rambutnya tergerai sepinggang dengan warna hitam pekat yang mengkilat. Jika kau punya papan seluncur, kau bisa berselancar di rambutnya itu, seperti di kala musim dingin di Eropa yang lekat akan salju putihnya, hanya saja kau memang harus berhati- hati dengan gelombang rambutnya, memang sangat terlihat indah, bahkan mereka menyebutnya sexy, namun karena itu kamu bisa saja mati karenanya, tersandung gelombang yang tidak beraturan hingga akan membuat tubuhmu remuk seketika dan tulang tubuhmu hancur, tidak akan ada yang dapat mengenalimu lagi yang sudah lancang bermain di gelombang rambut hitamnya. Bibirnya tebal, merah merekah, jika kau melihat bunga mawar seperti itulah merahnya. Dan sekali lagi kau pasti akan membayangkan mengulum bibirnya dan tidak mau untuk melepaskanya. Seperti kata pepatah, perempuan adalah makhluk paling indah. Perempuan bernama Wadon ini memang sangatlah indah. Tubuhnya yang proporsional menjadikanya sebagai object paling sempurna di kala ia sedang berjalan di tengah kota. Semua pasang mata tidak akan melepaskan pandanganya karena itu akan sangat merugikan, dan kamu pasti akan berfikir jika itu toh salahnya sendiri karena ia memiliki tubuh yang sangat sempurna yang hanya dibalut dengan kaos tipis hingga belahan dadanya sedikit terlihat.

“Aku benci, sangat membenci mata- mata itu yang memandangiku. Memakai pakaian tertutup ataupun tidak, sama saja. Ingin aku membuat mereka buta, agar tidak seenaknya menatapku! Aku benci mata- mata itu!”

Itu yang sering di ungkapkan Wadon jika sedang pergi kemanapun. Baginya sama saja jika ia memakai pakaian yang tertutup atau tidak, toh mata- mata itu selalu memandanginya. Seolah dia adalah makhluk luar angkasa yang memang patut untuk mendapatkan hadiah pandangan- pandangan dari mata- mata itu. padahal dari mata- mata itulah mereka nikmat memperkosanya.

Wadon memang sangat suka berjalan kaki kemanapun dia pergi selama hatinya sedang ingin dan dia mampu. Baginya berjalan merupakan kepuasan tersendiri, ia bisa membuang segala aura negative yang dia punya, melalui rasa lelahnya yang di salurkan pada sepasang kakinya. Perlahan menghilang dan tidak lagi memperdulikan mata- mata itu yang telah seenaknya memperkosa dirinya dengan pandangan mereka. Dia tak lagi peduli dengan kata-kata yang di lontarkan padanya dengan godaan- godaan klasik, katanya ia akan lebih tertarik jika mereka menggodanya dengan cara yang cerdas, maka iapun akan berfikir ulang untuk menanggapinya.

Wadon tidak memiliki saudara, ia anak pertama yang pada saat itu kehadiranya sangat di nantikan oleh kedua orang tuanya. Dan mungkin karena itulah orang tuanya sangat berhati- hati menjaganya. Jangankan untuk ikut berjalan- jalan bersama teman- temanya, bahkan bermain di sekitar rumahnya saja dia harus di antar dan di jemput. Di berikan waktu seberapa lama dia harus keluar rumah. Benar sekali jika teman- temanya menjulukinya Si Burung. Tentu saja yang di kurung di dalam sangkar. Segala yang di lakukanya ia lakukan di dalam sangkar itu bahkan membung hajat sekalipun. Setiap hari pemiliknya memberikan dia makanan berupa ulat kecil atau kroto, dan dengan senangnya si Burung itu memakan makananya dengan lahap, dan menghabiskanya dalam sekejap, terasa seperti makanan terlezat di dunia. Ah bukan...., sepertinya bukan hanya karena lapar hingga dia mau memakan ulat kecil itu dan si kroto, namun karena dia sedang penat, penat sepenat penatnya. Seumur hidupnya ia berada di dalam sangkar, tidak bisa merentangkan sayapnya seperti yang dia mau. Mengelilingi udara dan melihat daratan dari atas hingga bisa melihat peta- peta dimana teman- temanya di lahirkan, bahkan dirinya.

Terkadang ingin sekali dia menghujat, meminta penjelasan kepada ibunya yang telah menelurkanya, Atau neneknya, atau nenek moyangnya, atau nenek- neneknya sebelum moyangnya karena terkurungnya dia di sangkar sudah turun menurun entah sejak generasi keberapa dan ia juga ingin menayakan pada generasi sebelumnya kenapa mereka menurunkan nasib yang sedemikian sakit padanya. Berteriakpun sia- sia, bagi pemiliknya teriakanya yang menginginkan kebebasan adalah kicauan indah yang harus di lestarikan dan anehnya semakin dia berteriak dengan miris semakin sayang pemiliknya padanya. Lalu siapa yang akan peduli? Tidak ada, karena memang dia hanyalah seekor burung piaraan yang sampai matipun akan hidup di dalam kandang. Kebebasan, hanya omong kosong!

“sekarang..., mungkin aku dapat berjalan. Di sini, di jalan ini, bebas, dapat bernafas, namun...., sebentar lagi..., sebentar lagi.....”

Ya, sebentar lagi siapa yang akan menduga dengan nasib si Wadon ini. Nafasnya bukanlah miliknya. Apa yang sekarang ada di tubuhnya bukanlah miliknya. Menurutnya dia itu kosong mlompong, tak berisi. Hanya saja Tuhan mengizinkan dia untuk meminjamkan seonggok daging menggumpal yang kemudian berwujud tubunya dengan hembusan nafas yang memberikan ruh- ruh hingga membuatnya bisa berdiri seperti saat ini. Dan memang sebentar lagi...., umurnya telah berkurang 20tahunan dan itu pertanda jika ia semakin dekat dengan kematian. Liangnya sudah meraung memanggil manggilnya dan setia menunggu ke datanganya. Menurutnya manusia jaman sekarang sungguh luar biasa ajaib. Jika berulang tahun hal pertama yang di lakukanya adalah membuat pesta. Disuguhi dengan kue tart yang lezat, di banjiri dengan hadiah dan ucapan “selamat hari lahir’. Menurutnya kata- kata “selamat hari lahir” kuranglah tepat. Yang tepat adalah “selamat mendekati kematian”. Bukankah itu sangat logis..., dan kenyataanya memang sepeti itu. Jika semakin tahun umur kita semakin berkurang satu demi satu. dan kita harus mengembalikan ruh yang sudah kita pinjam berpuluh tahun lamanya.

Di umurnya yang sudah dua puluh tahunan ini, Wadon belum memiliki pendamping satupun, ataupun kekasih. Anehnya yang di pikirkanya bukanlah mencari seorang suami ataupun kekasih. Yang dipikirkanya adalah bagaimana jika secepatnya dia mengandung. Baginya mengandung adalah hal yang sangat luar biasa. Keajaiban yang harus di rasakanya sebelum ia mati. Bagaimanapun caranya. Ia sangat menunggu saat- saat dimana perutnya yang semakin lama semakin membesar, karena di dalam perutnya telah tumbuh seorang janin yang akan mengemban tugas penting, bagaimana ia bisa merasakan tendangan-tendangan yang menyentuh kulit perutnya dengan lembut, merasakan ada satu lagi denyut nadi yang dibuat dari darahnya, dari belahan jiwanya. Dan bernafas dari oksigen yang di resap dari dalam tubuhnya. Betapa ia akan rela memberikan apapun demi lahirnya si bayi dengan sehat. Tapi bagaimana caranya dia bisa mengalami itu jika ia sama sekali tidak memikirkan suami sedikitpun?! Sedangkan dia tahu jika adanya janin pasti karena adanya ovum dan sperma yang menyatu. Dan dia tidak bisa menyangkal itu. Memang benar jika Wadon sulit untuk kembali percaya pada makhluk yang dinamainya Lelaki. baginya lelaki itu seonggok daging yang berisi idealis yang berjalur kelogisan dan memiliki gengsi lebih besar dari kepalanya, mengkalkulasi hal- hal yang membuatnya untung maka akan di pilihnya, jika membuatnya rugi maka akan di tinggalkanya, urusan perasaan tidaklah terlalu penting baginya. Bagi kekasihnya, Wadon itu orang yang merugikan, tidak berotak dan terlalu melankolis sehingga ia di tinggalkan atas nama perbedaan. Dan sejak mengetahui itu maka Wadon mulai meragukan keberadaan makhluk yang bernama lelaki.

Wadon sekarang sudah sampai di tempat tujuanya. Perjalananya yang menggunakan sarana trasportasi kakinya itu membawanya pada tempat yang sangat indah yang menciptakan kedamaian dengan deru ombaknya yang saling bersahut. Dan sekarang ia sudah berdiri di sebuah pantai yang sangat luas. Garis khatulistiwa terlihat telah membentang sepanjang mata memandang. Menyatukan dua dunia yang berbeda. Langit dan bumi. Ia dapat mencium aroma asinya yang terbawa angin. Jika ditanya ingin jadi apa di lautan, maka ia akan menjawab jika ia ingin menjadi pelangi didalam lautan. Agar tidak hanya yang di darat atau di udara saja yang dapat melihat betapa indahnya pelangi dengan tujuh warnanya, namun segala mahluk yang ada di dalam lautanpun dapat melihat tujuh bidadari yang turun dari langit dengan berpijak pada pelangi. Jikapun makhluk- makhluk lautan itu buta warna maka ia akan menyentuh dengan kasih supaya sejenak dapat melihat pelangi itu. Karena ia yakin Tuhanpun akan mengizinkanya untuk memerlihatkan keindahan pelangi di dalam lautan. Dan kata Wadon makhluk laut itu akan turut bersinar terangnya karena sangat bahagia. Dan sekali lagi aroma asinya itu membuatnya tenang.

Wadon masih memandangi khatulistiwa, tidak ada yang di pikirkanya. Karena memandang langit yang sedang bersetubuh dengan laut itu membuatnya sangat damai. Kadang Wadon berfikir bagaimana nanti rupa anak langit dan bumi itu, apakah akan semegah mereka berdua atau sebaliknya. Akankah memiliki lebih dari satu atau tidak sama sekali. Yang pasti dia adalah orang pertama yang akan sangat bahagia mendengar kabar tentang lahirnya anak langit dan bumi itu.

“apa kau bisa lihat...? langit dan bumi, dua hal yang berbeda namun bisa menjadi satu. Ya..., karena mereka percaya.”

Baginya perbedaan itu indah, akan lebih indah jika semuanya bisa menerima perbedaan itu dengan kesadaran, karena perbedaan hanyalah formalitas klasik dan tradisi yang dilihat sekarang padahal pada dasarnya memang kita dibuatnya dari satu induk yang sama. Seperti langit, yang berada di lapisan paling luar bumi, ia memiliki misi visi akan keberadaanya di jagad raya. Begitu pula dengan laut. Tapi toh mereka bisa menjadi sepasang yang harmonis. “perbedaan” hanya omong kosong bagi mereka yang tidak siap dan menerimanya. Bahkan kau pun bisa saja merasakan itu. begitu pula Wadon.

Ternyata banyak sekali yang di pikirkan si Wadon ini, lebih banyak dari yang sudah di perkirakan, Gara- gara terlalu banyak pula hingga membuat dia merasa kosong. Mlompong. Membuatnya limbung. Mungkin sudah saatnya pentium di otaknya di ganti jadi yang lebih baru dan baik. Tapi rasanya tidak akan mungkin jika ia akan menggantinya, yang di lakukanya pasti adalah menambah, supaya ruang yang tersedia untuk apa yang di pikirkanya itu dapat menampungnya, tidak akan Wadon menghapus memorynya untuk memory- memory barunya. Memory menurutnya sangatlah penting, dari memory itu ia dapat mengingat segala rasa yang pernah ia rasakan, mulai dari yang sedih hingga yang bahagia sekalipun. Wadon terkadang menangis sendiri. ia merasa jika memory yang ia miliki tentang orang- orang yang disayanginya sangatlah sedikit. Jikapun bisa ia ingin meminjam mesin waktu untuk mengenal orang yang di sayanginya lebih banyak. Tapi Wadon memang menyadari jika itu sepenuhnya tidaklah mungkin dapat ia lakukan. Mau tidak mau ia harus mencari sendiri memory- memory itu langsung kepada orang yang telah menjadi bagian dari hidupnya karena ia yakin jika pertemuanya dengan orang lain tidaklah suatu yang kebetulan belaka. Pasti ada suatu hal yang memang belum terselesaikan sebelumnya hingga pada akhirnya ia di pertemukan dengan banyak orang saat ini.

Wadon masih berdiri memandangi laut, angin yang sedari tadi berhembus membuat rambutnya yang bergelombang terkibar. Wajahnya menjadi semakin tenang dan bersemangat tidak lagi bermuram. Karena sedari tadi angin telah merengkuhnya hingga Wadon tidak lagi merasa sendiri. wajahnya sekarang berubah menjadi wajah yang penuh dengan keyakinan.

“ tidak, tidak akan aku membuat otaku kosong mlompong!”

Ya..., tidak akan membiarkan otaknya kosong mlompong. Tentu saja ia kembali meyakinkan dirinya sendiri untuk berdamai dengan si kosong itu dan menerima jika ada moment- moment dimana dirinya sedang merasakan kekosongan yang teramat sangat. Memang sangat menyakitkan, kau bahkan dapat melihat kembali Wadon yang sedang menangis karena merasakan kekosongan. Tidak akan lagi jika Wadon dapat mengisi dengan apapun kekosongan itu jika ia tidak menerima dirinya yang sedang meraasakan kekosongan.

Wadon masih memandangi khatulistiwa. Ia terduduk di bibir pantai tetap sambil memandang ke arah depan, tak peduli jika pakaianya telah basah karena rembasan air di pasir, ataupun ombak yang melumati kakinya hingga basah. Matanya sangat berbinar, seperti mengeluarkan sinar hingga kegelapan paling jahanampun dapat ia terangi, dipandangnya langit yang sekarang sudah terlihat agak keorange-an. Kembali terfikir olehnya apa yang sedang dilakukan Tuhan setiap harinya di waktu yang sama seperti saat ini, apakah Tuhan sedang memasak dan langit inilah tungku yang mengeluarkan api, bukan api yang panas seperti di neraka seperti orang- orang sering bilang, namun api ini berwarna orange yang sangat hangat. Katanya walau kau berada di antartika sekalipun jika melihaat langit berwarna orange ini maka akan merasakan hangat, seperti di peluk seseorang dengan sayang yang melimpah. Dan Wadon sangat rindu akan pelukan yang hangat itu. Bukan dari bapak atau ibunya, namun yang dapat membuatnya merasakan dia tidaklah lagi sendiri menanggapi persepsi- persepsi yang di lontarkan padanya jika dia adalah seorang perempuan.

Matahari yang seperti buah jeruk itu semakin lama semakin tenggelam. Tubuhnya yang tadinya terlihat bulat seperti nol itu semakin lama semakin tenggelam di antara penyatuan langit dan bumi. Warna langit orangenya semakin lama semakin terlihat agak menghitam. Begitu pula dengan apa yang di lihatnya, semakin lama semakin gelap. Tuhan telah memberikanya malam. Dan memang selalu dengan sepaket keindahan yang tiada tara. Hingga kita tidak akan menyangkal jika Tuhan adalah seniman abadi dan tidak akan ada satupun manusia yang dapat menandingi karyanya. Wadon kemudian membaringkan tubuhnya, ia santaikan bagian- bagian tubuhnya dan kembali menghayati aroma asin dari lautan. Di lihatnya langit yang sekarang tidak lagi berwarna biru namun telah berwarna biru kegelapan. Awan masih setia mendampinginya, tidak akan melepaskan diri dari si langit jika hujan belum turun. Sedangkan sekali lagi Wadon di hadiahi banyak sekali keindahan hari ini. Tuhan saat ini telah memberikanya bintang. Tidak hanya satu, bahkan hingga berjuta bintang dapat ia lihat saat ini. Menurutnya bintang itu mirip dengan kunang- kunang. Jika ada orang yang meninggal maka nyawanya di hantarkan kunang- kunang ke langit sana. Makanya jika ada yang meninggal di daerah Wadon maka ia dan orang- orang di sekitar akan berdzikir saat melihat kunang- kunang. Namun Wadon sangat menyukai kunang- kunang. Karena kelip cahayanya itu membuatnya sadar betapa kecilnya dia didunia ini. Lalu untuk apa dia harus menyombongkan diri akan eksistensinya di sini. Hanya membuatnya menjadi musuh bagi dirinya sendiri.

Angin pantai semakin kencang bertiup di daratan. Ombak tidak hanya melumat kakinya sekarang, namun tubuh Wadon telah basah karena air laut yang pasang. Wadon masih memandangi langit. Ia tetap membiarkan tubuhnya yang sekarang sudah basah. Merasakan nyaman jika ia sebenarnya sedang di cumbui oleh air laut yang asin. Ia jadi membayangkan bagaimana rupa anaknya nanti jika dia telah bercumbu dengan air laut. Apakah akan tetap menjadi air, atau malah menjadi pasir, atau menjadi ikan kembung yang buntel melayang- layang di permukaan air. Dan Wadon hanya tertawa membayangkan itu. Sesaat kemudian lagi- lagi Wadon tersenyum dengan penuh rasa takjub, satu lagi makhluk yang muncul diatasnya. Purnama. Wadon menjulurkan tanganya kearah Purnama. Seolah- olah ia ingin mengambil purnama itu. Dan mengkoleksikanya.

“purnama...., nama yang di berikan Lanang untuku, katanya...., aku aadalah purnama..”
Wadon menurunkan tanganya. Ia tahu jika sampai matipun purnama tidak akan dapat ia genggam. Ia hanya memandangi keindahan purnama, baginya adalah jalan lain untuk bersahabat denganya. terlalu rakus seperti tikus jika ia ingin memiliki sendiri purnama itu. Sedangkan purnama saja adalah pinjaman dari Tuhan untuk semua makhluk yang ada, hingga kemudian Milik plangkton- plankton di lautan ini, milik jangkrik di sawah sana, milik kelelawar di gua sana dan milik semua manusia yang ada. Jika purnama itu di ambil olehnya maka ia adalah orang yang sangat egois, memisahkan purnama dari bumi hingga bumi akan berputar pada porosnya sendirian. padahal adanya purnama juga karena adanya bumi dan adanya bumi juga karena adanya purnama. Jika salah satunya tidak ada maka tidak akan ada lagi keseimbangan. Bumi akan pincang.

Wadon teringat denganya. ya..., seseorang yang telah memanggilnya dengan sebutan purnama. Kata orang itu, walaupun purnama mendapatkan sinarnya dari matahari, namun purnama membuat malam menjadi indah, membuat langit menjadi orange hingga makhluk di daratan akan berhenti sejenak melupakan segala amarahnya. Sesal dan penatnya. Betapa orang itu telah membuat Wadon menjadi perempuan yang sangat berarti. Dan Wadon menangis.
Dan aku melihatnya, selalu melihatnya dimanapun dia berada. Bahkan sampai detik inipun aku melihatnya. Wadon yang sedang terbaring di bibir pantai dan seluruh tubuhnya basah karena dicumbui oleh air laut sambil menangis. Dan aku sungguh selalu melihatnya. Dan akan selalu melihat dan melindunginya dimanapun dia berada. Purnama.

Jumat, 03 Desember 2010

KEMBALI JATUH HATI

dan untuk pertama kalinya aku meraskanya kembali
ya...
jatuh
aku jatuh ke dalam hati
bukan hanya hatiku
namun aku jatuh ke dalam hatimu

Senin, 15 November 2010

SITI YANG DI HARAMKAN

SITI yang DIHARAMKAN

Namaku Siti.
Aku jatuh cinta dengan seorang China.
Bermata sipit, dan berkulit putih.

Namaku Siti
Aku jatuh cinta dengan seorang yang menyembah Yesus Kristus
Dan tidak menyembah Tuhanku yang bernama Allah S.W.T.

Namaku masih Siti
Berkulit coklat
Bermata belo
Dan keturunan jawa asli

Namaku adalah Siti
Mereka sering memanggilku melankolis
Karena aku lebih memakai hati

Namaku tetap saja Siti. Aku jatuh cinta memang dengan seorang China. Jika kau bertanya padaku “kenapa?” maka yang akan aku katakan itu adalah karena “Cinta”.
Kenalkah kau dengan kata itu?
Ah.....
Aku yakin jika kau, dan kalian sangat tahu apa itu Cinta. kalian khatam itu dan tidak perlu untuk menapaki pendidikan formal untuk mengerti dan merasakan satu kata namun memiliki arti tiada batasanya. Cinta.
suatu hari aku telah jatuh cinta denganya, seorang China yang sangat aku akui jika ia adalah orang yang lebih dari sempurna. Siapa yang tidak kenal denganya. dengan kecerdasanya. Dengan kedewasaanya. Dengan tata bahasanya. Atau dengan manjanya yang tidak akan kau tahan. Tiada yang akan menyangkal satupun walau kau tidak menaruhnya di lubuk hatimu sana. Jika diibaratkan, ia seperti paket komplit KFC yang harganya hanya 20ribuan, sepaket nasi dengan ayam dan Cola. Dan itu akan membuatmu kenyang. Merasakan nikmat renyahnya tepung yang melekat pada ayamnya. Ataupun seperti crayon yang berjumlahkan lebih dari satu lusin. Berwarna- warni warnanya hingga jika membuat apapun kau akan tetap bisa menyulapnya menjadi kertas yang penuh dengan warna. Dan akupun yakin jika kau akan sangat bahagia. Seperti pelangi. Hidupmu tidak hanya pengulangan yang akan membuatmu sendiri bosan. Itulah dia. Mantan rusuk Chinaku yang membuatku merasakan menjadi orang yang sangat beruntung seperti memenangkan sebuah lotre dan berhadiahkan pulang pergi Jepang – Jakarta selama seminggu penuh.

ya....
Siti ini telah jatuh cinta dengan seorang China. jatuh cinta dengan seseorang yang perbedaanya sangat terlihat walaupun memakai kaca mata telanjangpun. Dan siapa yang akan perduli? Apa itu kau?! Ah...., aku sangat tidak percaya. Karena kaupun ada di fihaknya. Menyetujui jika perbedaan adalah suatu alasan yang masuk akal. Bukan aku marah padamu. Namun untuk apa aku harus marah padamu yang tidak tahu menahu akan apa yang aku rasakan padanya. Apa yang telah terjadi antara aku denganya. seperti pembahasan yang sering kita berdua suarakan tetang perbedaan.

Kadang aku bertanya- tanya, apa sebenarnya arti “perbedaan” itu. Sudah serasa sangat muak aku mendengarkanya. Segala hal yang membuat perpisahan dan amarah hanya karena atas dasar perbedaan. Tolol sekali alasan itu!. apa kau pernah mendengar puisi Seruling Bambu dari Rumi? Niscaya kau akan menangis membacanya. Aku sangat menyukai puisi yang sangat indah itu hingga tak hentinya air mataku di rampas oleh keindahanya. Dan aku telah jatuh hati dengan sarinya.

Di suatu malam, di tempat kecil yang hanya berluaskan 3x4m penuh akan barang- barangnya aku terbaring di kasur bersamanya. Di atas satu bantal kepala kami yang berselisih membuat tubuh kami tidak bersentuhan namun menciptakan garis vertikal. Aku membalikan kepalaku ke arah tembok agar mataku ini tidak menatap matanya karena aku sungguh malu jika itu kulakukan. Aku tidak akan bisa berkata apapun hingga serasa lidahku kelu dan tiba- tiba aku menjadi bisu.

“lihatlah ke arahku” katanya dengan sendu. Aku yang berusaha memejamkan mata langsung melihat ke tembok putih yang berada tak jauh dari ujung hidungku. Rasanya suaranya itu bagaikan mesiu yang terlempar dari senjatanya dan langsung menghancurkan jantungku. Aku berdebar. Sungguh sangat berdebar. Bagaimana mungkin aku dapat tidur dengan wajahnya yang tepat berada di depan wajahku?!. Aku akan mati seketika karena jantungku berdebar- debar dengan cepatnya. Aku membalikan badanku. Dan sekarang, wajahku tepat berhadapan dengan wajahnya. Serasa jantungku melemah dan aku seketika akan mati. Bahkan aku dapat melihat Malaikat kematian yang memakai tudung hitam telah berdiri di atas kepalaku sambil tersenyum hendak mencabut ruh dari ragaku. Kulihat wajahnya yang bersinar terang benderang. Dan aku menjadi sekecil zarah menatap matanya.

Ada sedikit udara yang masuk dari jendelanya yang hanya tertutup oleh tirai berwarna putih. Dan aku merasa kepanasan. Mata kami saling memandang. Dalam. Lautanpun tidak akan dapat menyamakan kedalamanya dengan pandangan mata kami. Bisu. Hanya ada desah nafas kami yang terdengar lirih. Ia masih memandangku, aku berharap kepada waktu dan memohon kepadanya agar cukuplah hari ini, lambatkanlah hingga aku dapat lebih lama memandang matanya yang setengah dari mataku. Kiamatpun aku rela jika hal yang terlihat olehku adalah matanya yang sedang berbicara padaku ini. Semakin lama ia mendekatkan wajahnya ke wajahku, semakin dekat, dekat dan sangat dekat. Hingga bibirnya telah menepi di bibirku. Dia mengulumi bibirku dan aku mengulumi bibirnya pula sambil memejamkan mata. aku merasakan jika daging lembut yang aku nikmati itu seperti jelly manis hingga aku tidak mau untuk melepaskanya. Dan untuk pertama kalinya aku menikmati ciuman itu dengan rasa. Sungguh, aku semakin berdebar, aku rasa sesaat lagi aku akan mati karena debaran ini.

“hihihihihihihihihihi....” aku tertawa masih dengan menempelkan bibir kami berdua, “kenapa?” katanya heran sambil memandang mataku. Aku tak menjawabnya, hanya terus tertawa kecil. Tentu saja, ciuman terbalik ini mengingatkanku pada Spiderman. betapa anehnya ciuman kami dengan posisi terbalik ini. Ia tersenyum, sejenak membuat bibirnya tidak menempel pada bibirku. “ingin memelukmu” katanya memandangku lekat dan bibir kami kembali bertemu. Dengan posisi vertikal ini sampai kapanpun ia tidak akan pernah bisa merengkuhku. Namun, akupun sangat ingin memeluknya. Perbedaan telah menjadi dinding besar yang mebentengi, tidak hanya idealisme, namun memeluknya saja tidak akan pernah bisa sedikitpun karena ia tidaklah siap untuk menanggung cibiran akan eksistensinya. Apa lagi jika matahari telah menyapanya dengan riang. Ia akan mengumpat di kegelapan hanya untuk bersua denganku yang haram bagi agama dan rasnya.

“tidurlah di sebelahku” sesaat ia memandang mataku, ia lalu berdiri, membarigkan dan memposisikan tubuhya sejajar dengan tubuhku. Dan sekarang kami saling berpandangan. Ada sesuatu di matanya, aku melihat ia yang sedang kesepian. Sangat kesepian. Aku tahu, di dalam bola matanya itu aku hanyalah sandaran sesaat untuknya dan ia tidak ingin mengikatkan tali merah itu untuku bersamanya. Karena memang baginya aku hanyalah manusia yang di haramkan. Dan akupun tahu jika sesungguhnya ia telah menali mereh seseorang yang lain yang memang halal baginya. Aku tahu itu. Tanganya yang besar merengkuhku. Membenamkan tubuhku ke dalam dadanya yang bidang. Aku dapat merasakan jika tanganya itu sungguh besar. Dan aku dapat merasakan keamanan tiada tara serta damai yang bagaikan selimut telah membuatku hangat. Dan aku tidak mau untuk melepaskan pelukan itu sambil terus memohon kepada waktu untuk memperlambat masa yang telah memakan tiap detiknya. Ia kembali mengecupku, dan aku kembali mengulum bibirnya yang telah basah dan lembut. Sekali, dua kali, tiga kali, hingga berkali kali, hingga aku melihat ada cahaya yang telah masuk dari jendelanya yang bertirai berwarna putih. Matahari itu telah menyadarkanku akan rauangan haram yang tidak dapat kami lalui. Aku berhenti. Iapun berhenti, kami berdua saling memandang masih sambil berpelukan. Aku dapat mendengar debaran jantungnya. Hanya debaran jantungnya, tidak ada suara lain yang bersuakan selain suara debaranya. Dan waktu memang benar telah berhenti. Hingga aku dan dia telah mematung. Bukan untuk memandang saling terpesona namun karena waktu kami telah habis. Seperti Cinderella yang berlari kencang karena angka 12 telah menjemputnya walau sebenarnya ia tidak ingin untuk meninggalkan lantai dansanya bersama dengan pangeran yang ia dambakan. Dan aku memang harus menyelesaikan dengan satu kecupan untuknya.

Taukah kau jika disampingku ada sebilah samurai, aku akan melakukan Seppuku hingga kaupun akan melihat mayatku yang bersimpah darah merah segar karena aku tidak mau menjadi pagi. Aku ingin selalu menjadi malam agar selalu dapat bersamamu dan tiada lagi kata haram ataupun ketakutanmu akan eksistensi siang. Aku pandangi lagi dirinya yang sedang tertidur di depanku dengan mata yang sendu. Apakah ia tahu jika aku sedang memikirkan kematian diriku sendiri saat ini? Karena adanya perbedaan yang membuat aku dan dia tidaklah dapat hidup di atas bumi yang sedang bercumbu dengan siang hari. Apakah dia akan perduli jika ia tahu itu? peduli akan keharaman diriku untuknya membuatku merasakan kesakitan yang teramat dalam?.

Aku dan dia masih saling memandang. Kami tidak mau beranjak dari tempat tidur sedikitpun, jika aku dan dia beranjak maka selesai sudah segala hal tentangku dan tentangnya. Semuanya akan menjadi pudar. Tidak ada apa-apa. Dan semuanya akan menghilang. Dirinya. Dan diriku. Namun....., pagi ini aku dan dia harus terbangun. Menghadapi matahari yang terang benderang, dan mereka yang yang telah mengharamkan diriku walau untuk memandang dia yang ada di depanku. Aku memegang tanganya sambil tersenyum kemudian memeluk dan membenamkan tubuhku di dadanya. Kami berpelukan erat. Menghanyutkan segala rasa di lautan yang tiada akan pernah surut. Tidak ingin melepas, walaupun pagi akan membakar ku dan dia hingga hangus dan mati. Bahkan tiada bekas dan tiada orang yang tahu jika aku dan dia pernah saling berpelukan seperti ini. Namun Aku tahu jika ia tetap akan mengharamkan aku.

Senin, 01 November 2010

KEKAL YANG TAK ABADI

KEKAL YANG TAK ABADI
Aku hanya memandangi cermin sebesar badanku yang sekarang berada tepat di hadapanku. Aku melihat diriku sendiri. Melihat tubuhku ini. Umurku sekarang memang lebih dari dua puluh tahun. Bahkan bertambah setahun beberapa hari yang lalu. Dimana Umurku sekarang katanya dalam masa pendewasaan, masa diamana aku harus menyikapi dunia lebih bijaksana. Benarkah?? Sungguh sulit aku mengerti akan banyaknya aturan duniawi yang menurutku semakin tidak masuk akal. Atau Karena aku memang terlalu bodoh untuk mengerti hal- hal rumit yang mereka buat hanya untuk sekedar menguji seberapa besar cc otak manusia yang berada di hadapan mereka?.
Aku masih memandangi tubuhku yang berada di depan cermin ini, lihatlah…., aku memiliki tubuh yang indah kata mereka. Hahahaha, ingin tertawa aku mendengarnya, karena aku tidak mengerti akan indah itu seperti apa? Dengan wajah yang muluskah itu di sebut indah? Dengan badan yang sexy kah itu di sebut indah? Dengan dada yang besar itukah di sebut indah? Atau dengan betiskah kalian liat indah? Ah…. Apa sebenarnya yang kalian lihat dari indahnya tubuhku ini…..
Tidakah kau akan lihat jika tubuh yang kalian lihat ini akan menjadi keriput, menjadi kendor seperti karet yang sudah tidak layak di gunakan, sudah terlalu lemah untuk mengikat benda- benda yang akan kalian simpan nanti. Ah…. Mana mau kalian melihatnya. Yang kalian lihat hanya sesuatu yang indah saja, sesuatu yang selalu membuat hati menjadi riang gembira. Selalu dan akan selalu mencari sesuatu yang iindah untuk di nikmati mata. Kalian akan mencaci dan menghindari si buruk rupa. Bahkan jika mereka bias melakukan suatu hal, hal itu adalah mengusir si buruk rupa itu pergi sejauh mungkin. Atau membuangnya di tengah gurun pasir supaya dia tersesat dan mati terkena dehidrasi agar tidak kembali lagi menghantui para penikmat keindahan itu. Ah… kalian lupa, jika waktu tidak akan mundur dan kembali seperti semula. Tidak akan menjadi seperti sedia kala.

WANITA MALAM

Wanita malam…
Mungkin itu adalah kata yang tabu di ucapkan, apalagi jika sudah menyangkut yang namanya hukum agama dan alam. Di cerca, di maki, di hujat, atau bisa jadi di kucilkan hanya karena dua kata yang berbeda itu namun saling menyatu. Ya…. Seperti Adam yang tidak bisa hidup tanpa hawa, ataupun manusia yang takan hidup tanpa jiwa. Mencari dan menjajakan kenikmatan serta kesenangan hingga seluruh organ badanya menjadi lelah dan tergeletak di jalanan. Siapa yang peduli……….????

Ah…
Akupun seperti itu. Menikmati menjadi wanita malam. Selalu bercinta dengan angin hingga nikmat masuk kedalam jiwa, raga, pikiran, dan perasaan. Serasa lepas. Bebas, hangat, dan aku merasa tidak lagi sendiri.
Si angin itu bahkan menyentuh kulitku dengan lembut, menciuminya perlahan hingga aku memejamkan mata seperti mengalami orgasme tiada tara. Si angin juga membisikan sesuatu di telingaku ’selamat datang di duniaku...” ya, selamat datang di dunia nyaman...... tidak lagi aku sendiri di malam yang menyebutku sebagai Wanita Malam.

Sungguh beruntung setiap hari, setiap malam aku bisa bercinta dan bercumbu dengan si angin ini. Memang tak berwujud, tak dapat aku melihatnya yang telah merenggut keperawanan jiwaku. Namun aku merasakan, dari kulitku yang terasa sejuk dan damai. Dari hatiku yang nyaman, hangat saat dia mencium dadaku yang padat ini. Bahkan darahku mengalir dengan teratur hanya dengan menyentuhnya dan bercinta denganya. Dan dia menjadi kekasih ku.....

Aku ini hanya Wanita Malam....
Sudah hal biasa hujatan menghantamku dengan moral akan rasa malu, Yang hanya menjunjung tinggi kesucian. Rasanya ingin tertawa mendenganya. Menghujatku yang Wanita malam seakan adalah manusia paling menjijikan dan patut di asingkan.....

Rabu, 20 Oktober 2010

SELINGKUH

Aku berdiri di balik pintu, melihat hanya dengan satu mata dari celah yang terbuka.
Marah! Kesal! Sesal!
Dimataku terapantul dua sosok manusia yang tanpa busana bergulat semangat diatas ksurku yang berwarna merah muda!
Aku mendengar mereka tertawa
Aku mendengar mereka terengah
Aku mendengar mereka mendesah
Haaaaa....
Bangsat!
Darahku memuncak
Ingin rasanya mencabut sebilah samurai dari jaman tokugawa untuk menusuk jantung mereka berdua.
Akan aku robek dan aku potong hingga lembut dan aku berikan pada anjing- anjigku yang kelaparan.
Mataku masih memandangi mereka.
Dan memang aku akan hujam mereka
Dengan sebilah samurai dari tokugawa!

PASAR MALAM

Pasar malam
Arena pertarungan
Pesta pernikahan
Dansa bersama rakyat jelata yang hanya bermodalkan lagu oral
Ah...
Biar saja
Kami bahagia, saling berpengan tangan dan saling menguatkan.
Senyum- senyum itu
Tawa- tawa itu
Membuat kami bersemangat, bertenanga dan bersorak sorai sambil menyempil di bebatuan yang membuat mereka tertawa.
Kakiku menari
Tanganku melambai, terkibas, menari
Kakiku menari, semain menari
Berputar, berputar dan berputar layaknya tarian rumi.
Kembali berputar dan berputar
Hingga aku lelalah
Terkulai namun bahagia.

MENGHILANG

Menghilang
Aku masih berlari. Berlari. Berlari dan terus akan berlari.
Bibirku kering, mengelupas karena dahaga yang sudah tidak lagi terasa.
Kakiku melepuh, berdarah, bernanah sambil menapaki aspal panasdi ujung-ujung tajamnya. Keringatku sudah tidak lagi keluar. Habis!. Kering kerontang! Seperti tong air yang tidak lagi berisi dan karatan.
Air mataku sudah tak lagi jatuh seperti saat pertama kali aku merasa.
Atau mungkin sekarang aku telah mati rasa?!
Atau aku sudah tidak lagi peduli dengan semua yang ada?
Ah...
Siapa yang peduli
Toh aku masih tetap berlari
Akumenikmati angin- angin yang mencumbuku.
Aku masih menikmati angin- angin itu memeluku.
Seperti lariku dulu
Seperti lariku dulu pertama kali kakiku ini menjadi tumpuan segunpal daging yang sudah tidak lagi da artinya.
Bahkan mereka menertawaiku
Menghujatku
Mencemoohku
Menusukan jarum ke dalam jantungku
Hahahahaha
Aku mati kaku!
Mati kaku
Mati hingga tidak ada lagi bekas di hati
Dan aku sekarang meudar
Tidak lagi berlari
Tidak lagi menapaki kaki – kakiku ini di aspal terjal yang mebuat melepuh
Aku memudar
Dab aku menghilang
Menjadi angin

Sabtu, 16 Oktober 2010

SI BENCI YANG TAKUT BERCAHAYA

Aku melumat bibirnya
Lembut, beraroma angin dalam senja
Aku juga menciumi lehernya
Lembut, seperti benang- benang sutra
Kemudian aku mendekap tubuhnya
Hangat, bak terselubung bulu yang tebal tak terkira
Aku membisik padanya
“bunga matahari....., aku akan menghampirinya”
Ia memandangku, tak menjawab pernyataanku,
Matanya membulat seperti huruf o hingga membuatku ingin tertawa
Mirip seperti lubang sumur yang menunggu ember untuk merenggut air maninya
“ tidak usah terkejut, aku tahu itu karena kaupun tidak mau, mengharuskan aku”
Aku melepaskan pelukan itu
Menghadapkan bagian- bagian tubuhku pada langit yang sudah gelap
Seperti warna kopi aku rasa
Di hiasi bintang- bintang seperti toping coklat yang bersinar terang benderang
Bahkan bersahutan dengan cahaya bulan.
Aku tahu jika dia sedang memandangiku yang sedang menatap langit
“aku membencimu, sungguh membencimu, aku pikir itu tidak akan merugikanmu”
Ia masih memandangku, kali ini dengan tatapanya yang sendu
Sesekali si bintang yang bertengger di hadapanku itu berkedip padaku
Menggodaku supaya aku tersenyum dengan si benci itu
“tapi aku akan selalu mendekapmu”
Kata si benci yang sekarang sudah terbaring di sampingku
Perlahan Aku memandanginya
Tubuhnya yang hitam terlihat memancar hingga membuatku silau
“hahahaha, kau silau? Bukankah kau yang memberikan cahayamu untuku?
Sekarang akulah si super star itu?
“aku tahu....” kataku sabil terbaring di posisi semula
Aku mencuri pandang ke arahnya dia yang memandangku tanpa ekspresi
“kau terkejut”
“tidak”
“baguslah” jawabku sambil tersenyum
Aku memang merasakan jika aku dan dia semakin lama semakin menghilang
Di paksa untuk menghilang
Dan semakin lama harus semakin memudar
“aku benci bersinar” kata si benci sambil memandang langit.
“hahahaha, lucu sekali, si benci yang takut bersinar” jawabku
“lihatlah dia?! Aku juga benci dengan ekspresinya,bodoh?!”
Aku memandang dia terheran mendengar ucapan si benci
“hai, dua orang sudah yang membencimu....”
“aku tahu” jawab dia datar
“ah..., kau memang menyebalkan!”
Dia tertawa lantang, hingga gema angkasa
Akupun hampir saja menutup indraku agar tak terluka olehnya
“ sungguh aku benci dengan tawamu itu”
“aku juga benci dengan polosmu itu!” kata si benci
Dia kemudian memandangku kembali dengan lekat
“pergilah...., menjauhlah...., menghilang dan memudarlah....” sambil memegang tanganku erat
“aku tahu...., tanpa harus kau beri tahu akupun sudah tahu”
Aku lepaskan genggaman tanganya, kemudian memandang si benci yang masih bersinar terang
Membuat mataku silau karenanya
Aku membelah dadaku dengan tanganku sendiri
Kurobek daging- daging tak bernyawa itu dengan sepenuh hati
Aku mengambil jantungku yang terlihat masih berdenyut cepat
Aku letakan jantungku di atas dadanya sambil tersenyum
“untukmu, aku tidak mau menyimpanya, menyimpan semua debaran tentangmu”
Dia hanya menatapku lagi, tak sedikitpun kata yang keluar dari bibirnya yang lembut itu
Dia memandangi jantungku yang sedari tadi sudah berdebar dengan cepatnya
Aku kembali tersenyum, aku lihat kembali langit di atas sana
Langit itu aku lihat berwarna orange
Benarkan dugaanku seperti buah jeruk yang sudah masanya
Si benci itu memegang tanganku
Aku memandangnya kemudian kembali tersenyum
Akupun menggenggam tanganya yang hangat
“aku kembalikan cahayamu....”
“ah...., biar saja, aku pinjamkan untukmu”
“aku benci terlihat silau”
“kau itu memang berkilau”
“tapi aku lebih suka berwarna hitam, lekat, seperti kopi”
“tenang saja, akan aku ambil cahayaku darimu perlahan, namun tidak sekarang,
Karena akupun mendapat cahaya dari bunga matahari”
“apa kau janji?”
“aku janji”

SENANDUNG SI TUAN BAHAGIA DAN SI TUAN LUPA

Kau kenal dengan Tuan bahagia?
Atau kau kenal dengan Tuan Lupa?
Aku yakin kau akan sangat kenal dengan dua kata itu.
Kau tidak perlu bersusah payah untuk mengeluarkan uang berjuta rupiah demi memahami dua kata itu. atau mengeluarkan banyak tenaga untuk merasakan bagaimanakah rupa dan rasa dari si Tuan Bahagia dan si Tuan Lupa itu. karena sebelum kau menjadi benih dan di tiupkan ruh olehNYApun, kau sudah di ajarkan apa itu yang namanya bahagia ataupun apa itu yang dinamakan lupa. Kau hanya memerlukan hati yang dapat merasakan dan otak yang dapat berfikir dan kau akan mempunyai pengalaman akan kedua Tuan itu. Kau juga tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan hati dan otak itu. karena mereka sudah menjadi bagian dari tubuhmu saat kau masih jadi air mani hingga sampai saat ini kau berwujud. Memiliki mata, hidung, kaki, tangan, hingga mereka menyebutmu sebagai manusia yang sempurna. Lebih sempurna dari ciptaan Tuhan yang bernama Hewan ataupun Tumbuhan. Hanya akal yang sering orang katakan sebagai pembeda.

Itu dulu. Saat kita masih bisa menyadari kehadiran mereka dengan sepenuh hati. Saat ini akal sudah tidak lagi berfikir logis. Manusia lebih memilih hal- hal yang keluar dari sebab akibat,hal- hal yang yang awalanya masuk akal namun dijadikanya tidak lagi bernalar. Padahal sebab akibat itulah yang menjadikan serangkaian roda bergerigi berputar, bergerak dari atas kebawah, dari bawah ke atas. Dan tentu saja kau mengetahui jika ada kalanya jaya dan ada kalanya jatuh. Karena hidup.

Namun siapa yang akan peduli itu, dengan lingkaran itu ataupun dengan roda yang bergerigi itu. manusia yang dikatakan paling sempurna lebih memilih berada di ujung paling atas roda. Sama sekali ia tidak mau untuk berada di urutan paling belakang. Bahkan untuk mengintip kebawah saja ia tidak sudi untuk melakukanya. Lalu kau tahu apa yang manusia itu lakukan? Ya tentu saja, mereka bersembahyang. Memperbudak dirinya pada eksistensi materi. Di sembahnya ia dengan segala keimanan, hingga pada saatnya kau akan menjumpai wajah- wajah mereka sudah tidak lagi berwujud manusia. Otaknya mengecil hingga membuat tengkoraknya menyusut. Bukankah itu sangat menyakitkan, dari 220cc yang dimiliki otak, secara sengaja dengan sembahyang setiap waktu manusia itu sengaja mengurangkan otaknya sendiri. mereka sadar itu namun mereka tetap menjalankan ritual sembahyang pada eksistensi materi setiap hari. Bahkan tiap detik cahaya hingga waktu tidaklah lagi berguna. Lalu, parasnya sekarang tidaklah seperti manusia, namun seperti “Ketek”, ya, “ketek” itu monyet. Kalian pasti tahu apa itu “ketek” tidak hanya tahu, biasanya sejak kecil kalian akan datang ke kebun binatang dan dapat melihat bagaimana rupa mamalia yang dikatakan sebagai nenek moyang manusia oleh Darwin ini. Seperti Siamang yang menggembungkan tenggorokanya saat berteriak dari dalam kandangnya di kebun binatang. Bukan salahnya ia ada di situ. Bukan salah kebun binatang juga siamang menghuni di salah satu buliknya. Ada kebalikan dari rasa sakit siamang itu, namun siapalah tahu siamang sakit hati?. Yang kita lihat adalah siamang yang sedang aktif mengaung saat manusia mendekati kandangnya. Marah. Benci. Bahkan hingga ingin memukul mati siapapun di depanya untuk menumpahkan segala rasa yang telah ia sekap di dalam kurung pula. Namun berteriak hingga pita suara putus ataupun hingga tenggorakanya robek siapa yang peduli?! Sama sekali tidak ada! Bahkan dokter- dokterpun akan malas merawat hewan penyakitan sepertinya.

Suatu hari aku bercermin dikamarku yang berukuran kecil. Cermin itu terletak tak jauh dari jendela kamarku. Ingin rasanya aku menjerit. Berteriak sekencang- kencangnya hingga liurku berhamburan keluar, hingga air mataku semakin lama semakin berjatuhan dan urat leherku menegang terlihat seperti batang serta bola mataku yang berurat merah sambil melotot besar. Dan kini...., aku sama denganya. dengan siamang yang dalam kurungan besi. Dalam raung miris namun indah menurut penontonya.

MEREKA MEMANGGILKU JUJUR!

MEREKA MEMANGGILKU JUJUR!

Mereka memanggilku jujur, kata ibu dan bapaku supaya aku menjadi anak yang jujur. Tidak pernah berbohong pada siapapun, untuk apapun, sekecil zarahpun. Agar aku tidak seperti mereka yang sering bapaku sebut sebagai koruptor, yang menjujurkan dirinya sendiri di hadapan siapapun, menjujung tinggi harga diri, terlihat berwibawa sambil tersenyum bangga menjulurkan lidahnya yang panjang menjilati anggur berwarna merah di cawan berwarna emas. Tentu saja itu darah. Nikmat bukan.....
Bapaku mewanti- wanti supaya aku tidak seperti mereka, beliau sangat tidak menyukainya, katanya “jangan mengingkari hati nurani!” lirik SWAMI dalam lagunya HIO yang sering di kutip oleh bapaku, hingga aku hafal liriknya karena di putar setiap hari. Namun memang benar jika itu adalah kata- kata yang luar biasa.”jangan mengingkari hati nurani”. Jika sudah dengar kata- kata dari bapaku itu, aku jadi berfikir beribu kali untuk melakukan banyak hal. Karena bapaku itu seperti Tuhan kedua yang menunjukan padaku, ini yang namanya permen atau itu yang namanya kopi.

Mereka menyebutku jujur, katanya aku memang anak yang jujur. Tidak pernah berbohong walau harus mempertaruhkan nafas yang sudah separuh umurnya. Padahal aku hanya bicara apa adanya, karena aku hanya ingin menjadi sederhana dan baik- baik saja. Tiada hal yang akan membuatku menjadi bebas karena apa adanya. Dan aku percaya itu.

Pernah seseorang bertanya padaku “apa kau jujur namamu jujur?” awalnya aku hanya mengerutkan dahi, padahal aku dengan sangat jujur menyebutkan namaku, JUJUR! Dan pada kenyataanya tidak ada yang percaya dengan pernyataanku. Apa aku setiap saat harus mengeluarkan kartu tanda penduduku untuk menyakinkan mereka jika namaku adalah JUJUR?! Atau kata jujur itu memanglah sudah sangat asing di telinga mereka? Ah.... itu lebih masuk akal. Semua orang menutup telinganya dengan kata- kata itu, sedikitpun tidak ada yang mau mengatakanya karena kata Jujur itu bagi mereka adalah kata- kata yang sangat keramat. Hukumnya haram jika di ucapkan di negri ini. Dan juga bagiku.

Tidak ada satu perusahaan yang mau menerimaku, melihat surat lamaran kerjaku saja mereka sudah terkejut, salah tingkah dan tubuhnya langsung di banjiri oleh keringat. Padahal aku merasakan sekali jika di ruang kantor itu dinginya seperti es, untung aku memakai jaket. Tapi entah mengapa tetap saja mereka berkeringat, jika kau sapu dengan sapu tangan dan kau peras, pasti akan banyak mengeluarkan keringat itu. lalu kata- kata yang keluar dari mulut mereka hanya kata “maaf” dengan embel- embel jika saya terlalu begini atau terlalu begitu, sejuta alasan yang tak masuk akal di lontarkan di hadapan wajahku ini, hanya karena namaku JUJUR. Benar kata bapaku, seharusnya aku tidak melamar pekerjaan di kantor- kantor, entah kantor biasa atau kantor- kantor orang atas sana. Karena kata bapaku mereka tidak mau melihatku, akan mengingatkan mereka pada kebohongan- kebohongan mereka yang sudah rapi di tutupi, untuk sesuap nasi. Padahal mereka yang melakukan kebohongan itu, namun tetap saja aku yang bernama Jujur ini menjadi biang masalah hingga di pekerjakan jadi tukang sapupun mereka tidak akan sudi. Umurku sekarang sudah lebih dari 25tahun, dan statusku adalah pengangguran. Aku tidak perduli dengan omongan orang tentangku, jika aku adalah seorang sarjana gagal. Membuang banyak uang namun hasilnya nol besar, itu yang sering mereka lontarkan. Bagiku merekalah yang gagal, hanya bisa mencaci orang dan memaki, padahal itu adalah bukti jika mereka memang tidak bisa, dan mengalihkan ketidak berdayaan mereka terhadapku ini. Cerdas sekali aku pikir otak- otak manusianya.

Terkadang aku merenung sendiri, dan berfikir “apa aku ganti saja namaku ini menjadi BUDEG?” agar serasa tuli dan tidak mau mendengarkan semua hal, baik negative atau positive yang setiap harinya aku dengar? Biar aku tidak bohong dan akan selalu jujur dengan apa yang aku lihat, walau namaku sudah ku ganti menjadi BUDEG? Ah...., pengecut! Jika begitu adanya aku memang pengecut, lari dari masalahku sendiri, menyangkal kenyataan yang seharusnya memang sudah ditakdirkan. Lalu harus bagaimana? Mereka tidak pernah menerimaku? Mengusirku dengan halus dan hati- hati hanya karena aku ini manusia yang bernama JUJUR. Jika aku binatang yang bernama Jujur mungkin bisa saja aku langsung di bunuh, di mutilasi atau di goreng dan sisa tubuhku di berikan pada anjing hutan atau di sekap oleh mereka agar tidak ada lagi dimuka bumi.

Namaku Jujur, aku seorang pengangguran, dan aku telah jatuh hati dengan seorang gadis bernama SUNYI. Hanya pada dialah aku tidak dapat jujur, bagaimana tentang perasaanku terhadapnya. Padahal ingin sekali aku mengucap salam kasih untuknya di tiap detik cahaya, tiap menit, tiap jam, tiap tahun, tiap puluhan tahun, tiap hari, tiap nafasku berhembus bahkan hingga berhenti. Akan selalu aku senandungkan lagu rindu, sambil menghantarkan dekapan hangat dan senyuman untuk belahan rusuku itu. ya... hanya dengan dirinya aku menjadi seorang pengecut takut akan jujur yang sering aku junjung tinggi itu. satu hurufpun tidak akan dapat terucap jika sudah di hadapanya. Serasa lidah kelu dan pita suaraku tiba- tiba rusak. Karena aku sudah sangat terpesona denganya hanya dengan menatapnya saja. Dan seluruh tubuhku tiba- tiba kaku. Menjadi ciut untuk mengungkapkan segala rasa karena Sunyiku itu sungguh sangat menawan. Seperti surga ia akan membawamu pada kedamaian. Tidak hanya mengenali dirimu sendiri namun Sunyiku itu akan membawa kita kepada Kekasih terabadi kita. Dan aku semakin menyayanginya. Sunyi.

Namaku Jujur...
Sekarang aku sedang terbaring di padang pasir memandang ke atas. Langit.
Sungguh silau, sangat besar memang ciptaanNYA, matahari itu bersinar begitu terangnya hingga sanggup menyinari sebagian belahan bumi berjuta- juta tahun lamanya secara bergantian, tidak pernah ia mengeluh sedikitpun, walau lelah menyertainya yang sudah lanjut usia. siapa yang akan sanggup menciptakan semua itu terkeculi kekasih abadiku. Dan kalian memang harus mengakui itu. Matahari itu menggodaku sambil berulang kali memanggil namaku denggan genit.
“kenapa menggodaku?”
“karena kau jujur”
“aku tidak tahu maksudmu?”
Matahari itu tersenyum
“apa kau marah padaku karena itu?” kata si matahari
Aku terdiam, iya, untuk apa aku marah padanya? Dia tidak melakukan hal buruk secuilpun padaku, ada si.... membuatku kepanasan dan dehidrasi di sini, di padang ini. Tapi, itu memang tanggung jawabnya, untuk apa aku marah jika dia memang melakukan pekerjaanya.
“aku tidak marah padamu, hanya sedang berfikir saja”
“menakutkan sekali cara berfikirmu, hingga akupun kau sinisi, lalu apa yang kau pikirkan?”
Aku terdiam sejenak, aku ingat satu persatu hal apa saja yang aku pikirkan. Kosong. Tidak ada. Aku mengerutkan dahi, berusaha untuk mengingat apa yang kupikirkan. Tidak ada. Tidak ada yang aku pikirkan selain namaku yang tertulis jelas dengan kata JUJUR di papan tulis otaku ini. Entah terbuat dari tinta apa hingga tidak dapat di hapus sama sekali. Bukan karena aku membenci tulisan Jujur di papan tulis otaku itu, hanya saja, masih banyak hal yang harus aku tulis di situ, untuku.
“oh, aku tahu, karena namamu itu?”
Aku memandang matahari, terheran kenapa dia bisa tahu apa yang aku pikirkan.
“sudahlah, jangan di pikirkan, namamu itu sungguh luar biasa, aku sangat menyukainya...”
Aku masih terdiam sambil memandangi matahari itu. Aku tak tahu apa yang harus aku katakan padanya.
“kau ini, bersyukurlah dengan namamu, bapak dan ibumu itu tidak mungkin tanpa sebab menamaimu itu, atau kau lebih suka di beri nama pecundang? Pengecut? Atau pembohong? Atau budeg?”
“aku tidak mau, hei..., bagaimana kau tahu jika aku berfikir akan mengganti nama menjadi Budeg?” selaku karena aku terkejut dengan perkataan si matahari.
“baguslah jika kau tidak mau. Tentu saja aku tahu, setiap hari aku mengawasimu, tidak hanya kau bahkan semua pikiran dan perasaan manusia di bumi ini akupun tahu”
Aku mengerutkan dahi, aku tidak tahu apakah ini adil atau tidak, seorang matahari itu telah mengetahui segala hal tentangku. Segala perasaan dan fikiranku. Yang tidak terucap ataupun sebaliknya. Itu adalah rahasiaku, tanpa izin dariku seenaknya dia membaca segala hal tentangku. Seperti membaca lembaran buku yang bertuliskan “kisah tentang Jujur” aku tak mau itu......!
“sudahlah, kerjamu hanya menggerutu. Apa masalahnya jika aku tahu? Toh aku juga tidak bernafsu mengumbar perasaanmu kepada orang lain, ada banyak hal yang lebih penting buatku kerjakan”. Aku memandangi si matahari yang semakin lama semakin bercahaya. Jika aku tidak menggunakan kacamata, sebentar lagi pasti korneaku akan terbakar dan aku akan buta, tidak lagi perlu aku melihat dunia yang sangat ajaib ini.
Aku berdiri, sambil mengengepak badanku agar butir pasir tidak menempel pada pakaianku. Kasihan jika mereka menempel di pakaianku, banyak hal yang tidak pantas akan mereka lihat, tempatnya cukup di padang pasir ini, karena mereka memang sempurna berada di sini. Di cumbui sinar matahari.
“hendak kemana kau?”
“aku akan pulang, mengumpulkan kembali energi”
“apa kau tidak mau lihat aku tenggelam? Cahayaku indah jika sedang tenggelam”
Aku mendongak pada matahari.
“aku tahu, karena akupun sangat menyukaimu yang sedang tenggelam. Kau jadi seperti buah jeruk, hingga aku ingin mengambil dan memakan isimu yang segar itu, jika benar adannya, dunia ini akan hancur”
“hahahahahahahahaa, kau akan terbakar jika memakanku”
“aku tahu”
Aku kembali tersenyum padanya, kemudian berjalan menyusuri padang. Aku tahu jika matahari itu mengikutiku. Sepertinya dia khawatir akan keadaanku. Seonggok daging yang terpontang – panting hanya karena bernama jujur. Aku juga merasakan jika sedari tadi ia memeluku. ANGIN. Hingga tubuhku ini tidak merasakan panas yang teramat sangat. Mendamaikanku dari cahaya matahari yang setiap saat dapat memerah karena amarah. Terkadang sayup aku mendengarnya bicara.
“ apa kabar manusia?”
Aku hanya tersenyum padanya sambil mengatakan baik- baik saja. Ia kemudian menggenggam tanganku. Beruntungnya aku dapat di temani olehnya. Mungkin aku memanglah si Jujur yang tidak dapat berkawan dengan manusia. Namun aku sangatlah bahagia dapat berteman dengan angin, ataupun matahari. Mereka menerimaku apa adanya. Tidak peduli dengan namaku Jujur ataupun segala hal kekuranganku yang akan membuatmu menjadi orang yang paling menyesal mengenalku. Tidak masalah.
“terimakasih”
“untuk apa?” balas si Angin membisik di telingaku. “terimakasih kau selalu memeluku”
Aku tak mendengar jawabanya namun Aku merasakan semilir yang membuat tubuhku terasa dingin. Aku tahu jika ia menjawabku dengan hembusanya, tidak perlu mengucap tapi aku tahu jika ia sedang senang dengan ucapanku. Hembusanya penuh dengan kasih yang hangat memeluku erat. Siapa yang tidak akan mengatakan terimakasih padanya jika ia selalu memberikan kedamaian seperti itu. di selimuti damai yang membuatmu merasakan jika kau tidaklah sendiri.
“kau membesarkan diri, dapat di hitung mereka yang berterimakasih padaku. Aku bukan apa- apa untuk mereka. Seenaknya datang dan pergi. Tak berbekas pula. Mudah mereka lupakan. Tak masalah untuku”
Aku agak terdiam. Merasa sangat sedih dengan apa yang di lontarkan oleh Angin itu. lalu aku memandang matahari yang sekarang sudah terlihat agak orange sambil tersenyum padaku. Seolah sedang membanggakan diri jika dia dapat tercipta seindah itu. aku hanya tertawa melihatnya. Bukan untuk mengejeknya sombong namun karena aku sangat menyukainya. Pun dengan angin juga. Mereka adalah yang terlupakan. Siapa yang akan peduli dengan kehadiran mereka yang setiap hari memberikan siang dan malam. Dingin dan sejuk. Tidak ada. Yang mereka pedulikan hanya waktu dan tentu saja materi. Waktu membuat mereka. Kita. Aku. Kami lupa akan segala hal yang di sekitar. Baik yang hidup ataupun yang mati. Waktu yang membuat kita di kejar- kejar untuk melakukan banyak hal dan berkutat dengan penyelesaian.
“tersenyumlah..., jangan memikirkan aku”
Aku berhenti sejenak kemudian menghirup udara segar hingga membuat otaku kembali di penuhi oksigen murni dan menghilangkan segala kerumitan. Aku memandangi angin yang sedang tersenyum padaku lalu tersenyum padanya.
“aku bersyukur merasakan keberadaanmu”
“ aku juga bersyukur menghembus di tubuhmu”
Aku tahu....
Aku tahu jika matahari dan Angin itu menemaniku. Lalu untuk apa aku harus bersedih jika tidak ada manusia yang mau menerimaku hanya karena aku bernama Jujur. Toh masih banyak pula yang masih menerimaku apa adanya walau di muka bumi ini aku harus terpontang- panting karenanya, tidak masalah. Karena aku adalah Jujur.

Selasa, 12 Oktober 2010

Cita - Cita ku.......????

"cita- citamu nanti apa?"

itulah yang di tanyakan guruku saat aku SD. namun aku lupa saat kelas berapa. dan kapan tepatnya. yang pasti yang ada di otaku saat itu adalah sebuah pekerjaan dengan sesosok yang sangat keren dan gagah menurutku. lalu aku jawab " aku ingin jadi polisi". menurutku polisi itu sangat keren dengan seragam dan tugasnya yang menumpas kejahatan, seperti ksatria baja hitam yang sangat aku sukai waktu kecil. bahkan sering pula menyebut diri Kotaro Minami dengan ancang- ancang jurusnya saat aku bertengkar dengan anak- anak yang lain.
dan aku ingin sekali bergabung dengan mereka, para pembela kebenaran untuk membersihkan bumi dari makhluk- makhluk yang jahat.
aku giatkan olahraga, dan memang aku menyukai olah raga. misinya adalah supaya badanku kuat, dan tidak dapat di kalahkan oleh penjahat manapun. bahkan penyakit sekalipun.

setelehnya aku jadi bosan dengan Polisi. aku langsung berubah haluan ingin menjadi "Pengacara" seperti Adnan Buyung Nasution. karena menurutku saat itu hukum di negriku sangat menyebalkan. sangat tidak adil. hanya fihak- fihak terttentu yang ternyata dapat merubahnya belok ke kanan ataupun ke kiri. bahkan kau bisa berdagang. karena tikus- tikus itu sangat menyukai uaang. bukan keju.
dan aku jadi tidak mempercayai hukum.

lalu kemudian yang paling membuatku menggebu adalah "aku ingin menjadi penulis". aku ingin menuliskan segala hal yang aku rasakan, mulai dari yang senang bahkan sedih sekalipun. bagiku, menulis dalah hal yang sangat menyenangkan, terlebih jika aku sedang bergairah. rasanya waktu berputar tanpa aku ketahui.
dan aku bersumpah!
aku harus jadi orang kaya!
orang yang sangat kaya!
bukan dari hal haram yang akan aku lakukan.
apapun akan aku lakukan untuk menjadi kaya!
jika aku kaya yang akan bangun adalah :
1. panti jompo.
2. rumah sakit.
3. sekolah.
4. mesjid.
aku akan membangun tempat- tempat itu dengan sekuat tenagaku,
siapapun boleh masuk, entah itu orang kaya atau orang miskin yang hanya memiliki selembar pakaian yang usang. tidak msalah bagiku.
dan saat ini,
cita- citaku adalah "MENJADI ORANG KAYA!"

Sabtu, 09 Oktober 2010

ABANG TUKANG BAJAJ

9 oktober 2010

sebenernya sih, nulis ini pengen ngambil pistol ato meriam sekalian buat ngebunuh salah atu tukang bajaj yang ada di Jakarta. trus pennisnya gw potong, gw kasih ke ikan lele. biarin aja dia idup tanpa penis. biar g seenaknya sange kalo ngelit cwe.

jadi ceritanya gini...

pas tanggal 8 oktober 2010,
gw, sama anyit ke senayan city menerjang macetnya jakarta yang g cuman bikin stuck jalanan tapi bikin stuck juga otak gw, karena panas matari yang bikin otak gw makin lama makin mendidih. dan pula ternyata gw sama anyit nyasar gara2 kita berdua g tahu jalan jalan. udah kepanasanm keringetan akhirnya kita nyampe juga di sensy, itupun dah masuk ke dalem nyasar juga. ckckckckck, kenapa pemerintah bikin tempat yang gede2 ya....., jadi polusi tempatkan jadinya trus menyasarkan gw yang g pernah kemana2.
dan akhirnya nyampe jugalah gw di tempat yang di tuju dari minggu2 lalu. BOOK FAIR 2010. karena gw mau borong komik sama cerpen. ketemuanlah gw sama maya ma karin, adenya maya yang mukanya beda banget dah, bisa jadi kebar siam tapi g kembar.
beberapa jam kita muter2 di satu tempat itu. dan itupun gw masih nyasar gara2 memory gw inget jalan tuh pendek banget. tapi akhirnya ketemu juga sama maya karin sama anyit.

lalu kita sok jadi anak gaul, masuk ke sensy dengan baju yang ngeembel, muka kucel karena tadi bis nguplek uplek BOOK FAIR. tapi bodo amat lah. kita mau nyari hokben. urusan perut tidak bisa di ganggu gugat walo banyak banget mata2 orang borju yang ngeliatin kita. gw malah seneng di liatin mereka karena gw ngrasa berbeda. kita punya style sendiri makanya mereka nglirik. hahahahha

akhirnya kita makan di hokben, tapi sayang banget, yang paket 10rb nya g ada, adanya yang 17rb, ckckckkck, duit semakin terkuras. padahal baru aja dompet penuh tapi dah kosong lagi.

steleh itu tadinya kita berenacana beli mix max. secara gw belom ernah nyoba setetespun, makanya penasaran bagemana rasanya. tapi, akhirnya g jadi karena kita kecapean. abis itu kita putusin pulang aja dah.

setelah itu anyit nganterin gw ke kosanya tablo buat balikin helm. gw tinggal di kosan sedangkan anyit balik ke rumahnya.
abis naroh helm di kamar ge langsung menclok ke kamar tetangga yang lagi nyalain tipi karena gw lagi antusias banget liat INDONESIA VS URUGUAY sama bambang pamungkas. akhirnya masuklah gw ke kamarnya yoram. kita nonton bertiga sama si devi. nah setelah selesai gw ke kamar para tetangga yang laen. ke kamar rendy ngobrol bentar, ke kamar rian aceh ngebajak internetnya, dan yang pastinya kekamar tablo. ngebajak kasurnya, sampe2 bikin si buso marah. hahahhahha

akhirnya setelah rebahan dikit jam 2 teng gw pulang naek bajaj dari senen di anter tablo sama buso. setelah nawar2 akhirnya gw dapet bajaj.

gw inget banget tuh, si abang tukang bajaj nya pakai kemeja item garis- garis vertikal putih. dan mukanya agak kecewe2an sekitar umur 40an dan mukanya tuh banyak banget tai laletnya. lebih banyak dari pada pak le gw. tapi ya... tanpa curiga sedkitpn gw masuklah ke dalem bajaj terkutuk itu.
ameh bin ajaib. bajaj itu jalanya lambat banget. tadinya gw pikir perasaan gw aja, tapi setelah di sadari dari pikiran jiwa dan raga serta hati yang mendalam akhirnya ge tersadar kalo bajaj iu memang jalanya lambat.

sekali lagi tanpa mikir jelek sedikitpun gw cuman duduk tenang. sambil buka lembar2 buku yang tadi g beli tapi akhirnya g gw baca karena susah ternyata baca di bajaj di subuh hari. pas mau nyampe rumah. tiba- tiba terjadilah dialog yang menyesarkan sampe bikin gw naek darah ke si tukang bajaj itu. dialognya begini.

tukang bajaj : kita jalan2 aja yu... ( dengan nad ayang genit )

gw mikir, apa gw yang salah denger ato emang si tukang bajaj ini ngeledek gw ya.

gw : hah? maksudnya?

tukang bajaj : jalan2 aja yu...

gw : ( masih mikir kenpa si bapak ini ngajak gw jalan, padahal udah tahu subuh butam dan muka gw cape, gw pengen cdepet2 tidur ) g pa. pulang aja...

tukang bajaj : ayo..., nanti pulangnya saya antar..

gw : ngga pak, makasih pulang aja.

F**ck, dan gw baru nyadar kalo si tukang bajaj itu ngajak gw ke pikiran negatif gw. sumpah. seketika itu gw ngrasa kalo badan gw tuh panas banget dah. ati gw dari tadi nyebutin binatang2 yang ada di kebun binatang. haduh rasanya pengen nonjok banget dah tuh tukang bajaj.

akhirya pas nyampe depan rumah ge turun dari bajaj.
gw ngasih duitnya. tapi gw makin marh banget ternyata tuh bapak ngeliat gw dengan muka yang sange. B**i!!!!!!!
akgirnya gw ngedeket ke muka dia sambil ngomong kencen
GW :SAYA PULANG SUBUH BUKAN BERARTI SAYA PECUN YA PAK, TO**L LO PAK!

bis itu ge langsung cabut.
ih....demi hari tu dahm gw ngeluarin akata2 kotor mulu.
Astagfirullah....

si tukang bajaj itu bikin gw kesel setengah mati. rasanya pengen gw tusuk dia pake jarum pentul sebanyak seribu biji trus dorong dia kekasur. kaya kemauanya itu. biarin aja tuh jarum masuk ke pembuluh darahnya dia trus nusuk ke jantungnya dia.

dan pelajaran hari ini adalah:
1. jangan pulang malem. kalo dah kemaleman lebih baik nginep.
2. sabar.
3. kemana2 ngucap doa.

Sabtu, 07 Agustus 2010

MERAH

MERAH

Rasa mengambil sebotol anggur merah yang di letakan pelayan di atas meja. saat ini ia berada di sebuah cafe bernuansa prancis yang belum ramai penngunjungnya. Rasa kemudian menuangkan anggur merah itu kedalam gelasnya hingga sampai separuh. Ia tersenyum menghadap kedepan. Seolah sedang menawarkan pada seseorang. Dandananya hari ini sungguh terlihat menawan. Ia mengenakan terusan tanpa lengan dan berkerah v berwarna merah. Rambutnya ia sanggul tidak terlalu kencang hingga anak rambutnya terurai. Bibirnya ia poleskan dengan gincu merah darah.

Tangan Rasa kemudian mengambil gelas anggur merahnya dan meneguknya hingga habis. Terlihat bekas gincunya yang menempel di bibir gelas. Ia kemudian tersenyum sambil masih memandang kedepan. Di lihatnya dengan lekat apa yang di depanya dengan tatapan matanya yang tajam.

Rasa mematik korek apinya dan di sulutkan pda rokoknya yang sedari tadi bertengger di bibirnya yang tebal dan merah. Dihisapnya rokok itu beberapa kali hingga asapnya mengepul di sekitar wajahnya. Rasa memandangi kepulan asap itu hingga matanya mengikuti langkah kepulan asap itu pergi karnea angin. Sesekali bibir merahnya meniupkan ydara ke kepulan asap itu hingga tidak lagi terlihat. Rasa kemudian tersnyum, pandanganya kemudian ia alihkan lagi kearah depanya. Senyumnya yangtersungging lebar semakin lama semakin biasa. Matanya sekarang kosong. Seakan nyawanya terlepas dari raganya dan entah pergi kemana.

Rokoknya terbakar hingga habis karena dibiarkanya di jepit di celah jari telunjuk dan jari tengahnya yang membekas lingkran cincin.

Tak lama kemudian air matanya turun. Tiada terbendung seperti hujan deras yang membasahi retakan tanah di afrika sana. Tatapan matanya masih kosong. Matanya masih menangis. Rokoknya telah habis.

Rasa menaruh puntung rokoknya di dalam asbak sambil menghela nafas. Duduknya yang tadinya lemas sekarang ia tegakan masih sambil memandang kedepan. Beberapa pengunjung sudah mulai berdatangan suasana cafe yang sedari tadi hening dan tenang sekarang penuh akan suara- suara gaduh yang membuat rasa menyanggah kepalanya di tangan kananya. Rsa terpejam. Wajahnya terlihat rileks. Suara bising itu tidak lagi ia dengar. Kosong. Ia tidak mau memmikirkan apapun. Merasakan apapun. Ia menghayati ruangkosong sambil tersenyum kemudian.

Rasa menuangkan kembali angur merah ke dalam gelasnya. Kali inihanya seperempat yang ia tuangkan. Dilihatnaya anggur merah itu didalam geals tabf masih membekas gincu merah di bibir gelas. Seorang pelayan datang menghampirinya sambil membawa kue tart berukuran sedang bertuliskan “happy annyversary” rasa memandangi kue itu dengan lekat. Di minumnya anggur merah hingga habis. Ia kemduian memotong kue tart itu sambil memandang ke depan dan tersenyum. Seolah menawarkan pada seseorang.

Terlihat suasana cafe yang semakin ramai. Terlihat Rasa yang sedang duduk sendiri sambil memberikan kue itu kearah depanya sambil tersenyum.