Rabu, 08 Desember 2010

NAMAKU WADHON ( Part 1 )

PURNAMA

“Namaku Wadhon, bapak menamaiku seperti itu karena aku perempuan. Lucu....., mentang- mentang aku adalah perempuan lalu dinamai perempuan pula.....”

itulah yang di ungkapkan Wadon, setiap hari, ia tidak mengerti kenapa bapaknya memberi nama itu, padahal alasan bapaknya itu memang benar, karena dia seorang perempuan, makanya dinamainya perempuan juga. Tapi itulah yang membuat Wadon tidak habis pikir. Sudah tahu dia perempuan, memiliki dua buah dada, dan kelaminya dinamakan vagina, semua orangpun tahu itu, namun kenapa harus di sematkan nama perempuan pula. Seolah menekankan sekali lagi jika dia adalah seorang perempuan. tidak hanya hingga sampai saat ini namun sejak pertama kali ia berada di dalam rahim ibunya, Saat ovum dan sperma bertemu pada akhirnya setelah melakukan katarsis dari tubuh- tubuh yang memang memuja akan kenikmatan. Dan memang jauh sebelum itu ada, takdirnya sebagai perempuan bernama Wadon memang sudah di rencanakan oleh Tuhan! Dan pertanyaan itu sudah tertulis di dalam otaknya dalam- dalam, ada tempat tersendiri bagi syarafnya yang menyimpan pertanyaanya, terkunci rapat dan akan terbukaa pada saat ia membutuhkan jawaban. dan Wadon tidak dapat membantah sedikitpun akan kenyataan yang mengatakan jika dia adalah seorang perempuan yang bernama “Wadon”.

Nama perempuan itu Wadon. Umurnya sekitar dua puluhan. Tubuhnya memang seperti perempuan. Memiliki dua buah dada yang sangat terlihat jelas karena terlalu besar untuk tubuh kecilnya yang berwarna kecoklatan seperti buah sawo yang sudah masak. Katanya buah dadanya terlihat mengkel, padat dan lembut seperti buah mangga yang masam rasanya, tapi nikmat. Dan saya yakin matamu tidak akan lepas dari buah dadanya yang terlalu indah itu, serasa ingin meremasnya ataupun menciuminya hingga puas! bahkan banyak perempuan yang iri akan keindahan buah dadanya yang mengkel itu. Rambutnya tergerai sepinggang dengan warna hitam pekat yang mengkilat. Jika kau punya papan seluncur, kau bisa berselancar di rambutnya itu, seperti di kala musim dingin di Eropa yang lekat akan salju putihnya, hanya saja kau memang harus berhati- hati dengan gelombang rambutnya, memang sangat terlihat indah, bahkan mereka menyebutnya sexy, namun karena itu kamu bisa saja mati karenanya, tersandung gelombang yang tidak beraturan hingga akan membuat tubuhmu remuk seketika dan tulang tubuhmu hancur, tidak akan ada yang dapat mengenalimu lagi yang sudah lancang bermain di gelombang rambut hitamnya. Bibirnya tebal, merah merekah, jika kau melihat bunga mawar seperti itulah merahnya. Dan sekali lagi kau pasti akan membayangkan mengulum bibirnya dan tidak mau untuk melepaskanya. Seperti kata pepatah, perempuan adalah makhluk paling indah. Perempuan bernama Wadon ini memang sangatlah indah. Tubuhnya yang proporsional menjadikanya sebagai object paling sempurna di kala ia sedang berjalan di tengah kota. Semua pasang mata tidak akan melepaskan pandanganya karena itu akan sangat merugikan, dan kamu pasti akan berfikir jika itu toh salahnya sendiri karena ia memiliki tubuh yang sangat sempurna yang hanya dibalut dengan kaos tipis hingga belahan dadanya sedikit terlihat.

“Aku benci, sangat membenci mata- mata itu yang memandangiku. Memakai pakaian tertutup ataupun tidak, sama saja. Ingin aku membuat mereka buta, agar tidak seenaknya menatapku! Aku benci mata- mata itu!”

Itu yang sering di ungkapkan Wadon jika sedang pergi kemanapun. Baginya sama saja jika ia memakai pakaian yang tertutup atau tidak, toh mata- mata itu selalu memandanginya. Seolah dia adalah makhluk luar angkasa yang memang patut untuk mendapatkan hadiah pandangan- pandangan dari mata- mata itu. padahal dari mata- mata itulah mereka nikmat memperkosanya.

Wadon memang sangat suka berjalan kaki kemanapun dia pergi selama hatinya sedang ingin dan dia mampu. Baginya berjalan merupakan kepuasan tersendiri, ia bisa membuang segala aura negative yang dia punya, melalui rasa lelahnya yang di salurkan pada sepasang kakinya. Perlahan menghilang dan tidak lagi memperdulikan mata- mata itu yang telah seenaknya memperkosa dirinya dengan pandangan mereka. Dia tak lagi peduli dengan kata-kata yang di lontarkan padanya dengan godaan- godaan klasik, katanya ia akan lebih tertarik jika mereka menggodanya dengan cara yang cerdas, maka iapun akan berfikir ulang untuk menanggapinya.

Wadon tidak memiliki saudara, ia anak pertama yang pada saat itu kehadiranya sangat di nantikan oleh kedua orang tuanya. Dan mungkin karena itulah orang tuanya sangat berhati- hati menjaganya. Jangankan untuk ikut berjalan- jalan bersama teman- temanya, bahkan bermain di sekitar rumahnya saja dia harus di antar dan di jemput. Di berikan waktu seberapa lama dia harus keluar rumah. Benar sekali jika teman- temanya menjulukinya Si Burung. Tentu saja yang di kurung di dalam sangkar. Segala yang di lakukanya ia lakukan di dalam sangkar itu bahkan membung hajat sekalipun. Setiap hari pemiliknya memberikan dia makanan berupa ulat kecil atau kroto, dan dengan senangnya si Burung itu memakan makananya dengan lahap, dan menghabiskanya dalam sekejap, terasa seperti makanan terlezat di dunia. Ah bukan...., sepertinya bukan hanya karena lapar hingga dia mau memakan ulat kecil itu dan si kroto, namun karena dia sedang penat, penat sepenat penatnya. Seumur hidupnya ia berada di dalam sangkar, tidak bisa merentangkan sayapnya seperti yang dia mau. Mengelilingi udara dan melihat daratan dari atas hingga bisa melihat peta- peta dimana teman- temanya di lahirkan, bahkan dirinya.

Terkadang ingin sekali dia menghujat, meminta penjelasan kepada ibunya yang telah menelurkanya, Atau neneknya, atau nenek moyangnya, atau nenek- neneknya sebelum moyangnya karena terkurungnya dia di sangkar sudah turun menurun entah sejak generasi keberapa dan ia juga ingin menayakan pada generasi sebelumnya kenapa mereka menurunkan nasib yang sedemikian sakit padanya. Berteriakpun sia- sia, bagi pemiliknya teriakanya yang menginginkan kebebasan adalah kicauan indah yang harus di lestarikan dan anehnya semakin dia berteriak dengan miris semakin sayang pemiliknya padanya. Lalu siapa yang akan peduli? Tidak ada, karena memang dia hanyalah seekor burung piaraan yang sampai matipun akan hidup di dalam kandang. Kebebasan, hanya omong kosong!

“sekarang..., mungkin aku dapat berjalan. Di sini, di jalan ini, bebas, dapat bernafas, namun...., sebentar lagi..., sebentar lagi.....”

Ya, sebentar lagi siapa yang akan menduga dengan nasib si Wadon ini. Nafasnya bukanlah miliknya. Apa yang sekarang ada di tubuhnya bukanlah miliknya. Menurutnya dia itu kosong mlompong, tak berisi. Hanya saja Tuhan mengizinkan dia untuk meminjamkan seonggok daging menggumpal yang kemudian berwujud tubunya dengan hembusan nafas yang memberikan ruh- ruh hingga membuatnya bisa berdiri seperti saat ini. Dan memang sebentar lagi...., umurnya telah berkurang 20tahunan dan itu pertanda jika ia semakin dekat dengan kematian. Liangnya sudah meraung memanggil manggilnya dan setia menunggu ke datanganya. Menurutnya manusia jaman sekarang sungguh luar biasa ajaib. Jika berulang tahun hal pertama yang di lakukanya adalah membuat pesta. Disuguhi dengan kue tart yang lezat, di banjiri dengan hadiah dan ucapan “selamat hari lahir’. Menurutnya kata- kata “selamat hari lahir” kuranglah tepat. Yang tepat adalah “selamat mendekati kematian”. Bukankah itu sangat logis..., dan kenyataanya memang sepeti itu. Jika semakin tahun umur kita semakin berkurang satu demi satu. dan kita harus mengembalikan ruh yang sudah kita pinjam berpuluh tahun lamanya.

Di umurnya yang sudah dua puluh tahunan ini, Wadon belum memiliki pendamping satupun, ataupun kekasih. Anehnya yang di pikirkanya bukanlah mencari seorang suami ataupun kekasih. Yang dipikirkanya adalah bagaimana jika secepatnya dia mengandung. Baginya mengandung adalah hal yang sangat luar biasa. Keajaiban yang harus di rasakanya sebelum ia mati. Bagaimanapun caranya. Ia sangat menunggu saat- saat dimana perutnya yang semakin lama semakin membesar, karena di dalam perutnya telah tumbuh seorang janin yang akan mengemban tugas penting, bagaimana ia bisa merasakan tendangan-tendangan yang menyentuh kulit perutnya dengan lembut, merasakan ada satu lagi denyut nadi yang dibuat dari darahnya, dari belahan jiwanya. Dan bernafas dari oksigen yang di resap dari dalam tubuhnya. Betapa ia akan rela memberikan apapun demi lahirnya si bayi dengan sehat. Tapi bagaimana caranya dia bisa mengalami itu jika ia sama sekali tidak memikirkan suami sedikitpun?! Sedangkan dia tahu jika adanya janin pasti karena adanya ovum dan sperma yang menyatu. Dan dia tidak bisa menyangkal itu. Memang benar jika Wadon sulit untuk kembali percaya pada makhluk yang dinamainya Lelaki. baginya lelaki itu seonggok daging yang berisi idealis yang berjalur kelogisan dan memiliki gengsi lebih besar dari kepalanya, mengkalkulasi hal- hal yang membuatnya untung maka akan di pilihnya, jika membuatnya rugi maka akan di tinggalkanya, urusan perasaan tidaklah terlalu penting baginya. Bagi kekasihnya, Wadon itu orang yang merugikan, tidak berotak dan terlalu melankolis sehingga ia di tinggalkan atas nama perbedaan. Dan sejak mengetahui itu maka Wadon mulai meragukan keberadaan makhluk yang bernama lelaki.

Wadon sekarang sudah sampai di tempat tujuanya. Perjalananya yang menggunakan sarana trasportasi kakinya itu membawanya pada tempat yang sangat indah yang menciptakan kedamaian dengan deru ombaknya yang saling bersahut. Dan sekarang ia sudah berdiri di sebuah pantai yang sangat luas. Garis khatulistiwa terlihat telah membentang sepanjang mata memandang. Menyatukan dua dunia yang berbeda. Langit dan bumi. Ia dapat mencium aroma asinya yang terbawa angin. Jika ditanya ingin jadi apa di lautan, maka ia akan menjawab jika ia ingin menjadi pelangi didalam lautan. Agar tidak hanya yang di darat atau di udara saja yang dapat melihat betapa indahnya pelangi dengan tujuh warnanya, namun segala mahluk yang ada di dalam lautanpun dapat melihat tujuh bidadari yang turun dari langit dengan berpijak pada pelangi. Jikapun makhluk- makhluk lautan itu buta warna maka ia akan menyentuh dengan kasih supaya sejenak dapat melihat pelangi itu. Karena ia yakin Tuhanpun akan mengizinkanya untuk memerlihatkan keindahan pelangi di dalam lautan. Dan kata Wadon makhluk laut itu akan turut bersinar terangnya karena sangat bahagia. Dan sekali lagi aroma asinya itu membuatnya tenang.

Wadon masih memandangi khatulistiwa, tidak ada yang di pikirkanya. Karena memandang langit yang sedang bersetubuh dengan laut itu membuatnya sangat damai. Kadang Wadon berfikir bagaimana nanti rupa anak langit dan bumi itu, apakah akan semegah mereka berdua atau sebaliknya. Akankah memiliki lebih dari satu atau tidak sama sekali. Yang pasti dia adalah orang pertama yang akan sangat bahagia mendengar kabar tentang lahirnya anak langit dan bumi itu.

“apa kau bisa lihat...? langit dan bumi, dua hal yang berbeda namun bisa menjadi satu. Ya..., karena mereka percaya.”

Baginya perbedaan itu indah, akan lebih indah jika semuanya bisa menerima perbedaan itu dengan kesadaran, karena perbedaan hanyalah formalitas klasik dan tradisi yang dilihat sekarang padahal pada dasarnya memang kita dibuatnya dari satu induk yang sama. Seperti langit, yang berada di lapisan paling luar bumi, ia memiliki misi visi akan keberadaanya di jagad raya. Begitu pula dengan laut. Tapi toh mereka bisa menjadi sepasang yang harmonis. “perbedaan” hanya omong kosong bagi mereka yang tidak siap dan menerimanya. Bahkan kau pun bisa saja merasakan itu. begitu pula Wadon.

Ternyata banyak sekali yang di pikirkan si Wadon ini, lebih banyak dari yang sudah di perkirakan, Gara- gara terlalu banyak pula hingga membuat dia merasa kosong. Mlompong. Membuatnya limbung. Mungkin sudah saatnya pentium di otaknya di ganti jadi yang lebih baru dan baik. Tapi rasanya tidak akan mungkin jika ia akan menggantinya, yang di lakukanya pasti adalah menambah, supaya ruang yang tersedia untuk apa yang di pikirkanya itu dapat menampungnya, tidak akan Wadon menghapus memorynya untuk memory- memory barunya. Memory menurutnya sangatlah penting, dari memory itu ia dapat mengingat segala rasa yang pernah ia rasakan, mulai dari yang sedih hingga yang bahagia sekalipun. Wadon terkadang menangis sendiri. ia merasa jika memory yang ia miliki tentang orang- orang yang disayanginya sangatlah sedikit. Jikapun bisa ia ingin meminjam mesin waktu untuk mengenal orang yang di sayanginya lebih banyak. Tapi Wadon memang menyadari jika itu sepenuhnya tidaklah mungkin dapat ia lakukan. Mau tidak mau ia harus mencari sendiri memory- memory itu langsung kepada orang yang telah menjadi bagian dari hidupnya karena ia yakin jika pertemuanya dengan orang lain tidaklah suatu yang kebetulan belaka. Pasti ada suatu hal yang memang belum terselesaikan sebelumnya hingga pada akhirnya ia di pertemukan dengan banyak orang saat ini.

Wadon masih berdiri memandangi laut, angin yang sedari tadi berhembus membuat rambutnya yang bergelombang terkibar. Wajahnya menjadi semakin tenang dan bersemangat tidak lagi bermuram. Karena sedari tadi angin telah merengkuhnya hingga Wadon tidak lagi merasa sendiri. wajahnya sekarang berubah menjadi wajah yang penuh dengan keyakinan.

“ tidak, tidak akan aku membuat otaku kosong mlompong!”

Ya..., tidak akan membiarkan otaknya kosong mlompong. Tentu saja ia kembali meyakinkan dirinya sendiri untuk berdamai dengan si kosong itu dan menerima jika ada moment- moment dimana dirinya sedang merasakan kekosongan yang teramat sangat. Memang sangat menyakitkan, kau bahkan dapat melihat kembali Wadon yang sedang menangis karena merasakan kekosongan. Tidak akan lagi jika Wadon dapat mengisi dengan apapun kekosongan itu jika ia tidak menerima dirinya yang sedang meraasakan kekosongan.

Wadon masih memandangi khatulistiwa. Ia terduduk di bibir pantai tetap sambil memandang ke arah depan, tak peduli jika pakaianya telah basah karena rembasan air di pasir, ataupun ombak yang melumati kakinya hingga basah. Matanya sangat berbinar, seperti mengeluarkan sinar hingga kegelapan paling jahanampun dapat ia terangi, dipandangnya langit yang sekarang sudah terlihat agak keorange-an. Kembali terfikir olehnya apa yang sedang dilakukan Tuhan setiap harinya di waktu yang sama seperti saat ini, apakah Tuhan sedang memasak dan langit inilah tungku yang mengeluarkan api, bukan api yang panas seperti di neraka seperti orang- orang sering bilang, namun api ini berwarna orange yang sangat hangat. Katanya walau kau berada di antartika sekalipun jika melihaat langit berwarna orange ini maka akan merasakan hangat, seperti di peluk seseorang dengan sayang yang melimpah. Dan Wadon sangat rindu akan pelukan yang hangat itu. Bukan dari bapak atau ibunya, namun yang dapat membuatnya merasakan dia tidaklah lagi sendiri menanggapi persepsi- persepsi yang di lontarkan padanya jika dia adalah seorang perempuan.

Matahari yang seperti buah jeruk itu semakin lama semakin tenggelam. Tubuhnya yang tadinya terlihat bulat seperti nol itu semakin lama semakin tenggelam di antara penyatuan langit dan bumi. Warna langit orangenya semakin lama semakin terlihat agak menghitam. Begitu pula dengan apa yang di lihatnya, semakin lama semakin gelap. Tuhan telah memberikanya malam. Dan memang selalu dengan sepaket keindahan yang tiada tara. Hingga kita tidak akan menyangkal jika Tuhan adalah seniman abadi dan tidak akan ada satupun manusia yang dapat menandingi karyanya. Wadon kemudian membaringkan tubuhnya, ia santaikan bagian- bagian tubuhnya dan kembali menghayati aroma asin dari lautan. Di lihatnya langit yang sekarang tidak lagi berwarna biru namun telah berwarna biru kegelapan. Awan masih setia mendampinginya, tidak akan melepaskan diri dari si langit jika hujan belum turun. Sedangkan sekali lagi Wadon di hadiahi banyak sekali keindahan hari ini. Tuhan saat ini telah memberikanya bintang. Tidak hanya satu, bahkan hingga berjuta bintang dapat ia lihat saat ini. Menurutnya bintang itu mirip dengan kunang- kunang. Jika ada orang yang meninggal maka nyawanya di hantarkan kunang- kunang ke langit sana. Makanya jika ada yang meninggal di daerah Wadon maka ia dan orang- orang di sekitar akan berdzikir saat melihat kunang- kunang. Namun Wadon sangat menyukai kunang- kunang. Karena kelip cahayanya itu membuatnya sadar betapa kecilnya dia didunia ini. Lalu untuk apa dia harus menyombongkan diri akan eksistensinya di sini. Hanya membuatnya menjadi musuh bagi dirinya sendiri.

Angin pantai semakin kencang bertiup di daratan. Ombak tidak hanya melumat kakinya sekarang, namun tubuh Wadon telah basah karena air laut yang pasang. Wadon masih memandangi langit. Ia tetap membiarkan tubuhnya yang sekarang sudah basah. Merasakan nyaman jika ia sebenarnya sedang di cumbui oleh air laut yang asin. Ia jadi membayangkan bagaimana rupa anaknya nanti jika dia telah bercumbu dengan air laut. Apakah akan tetap menjadi air, atau malah menjadi pasir, atau menjadi ikan kembung yang buntel melayang- layang di permukaan air. Dan Wadon hanya tertawa membayangkan itu. Sesaat kemudian lagi- lagi Wadon tersenyum dengan penuh rasa takjub, satu lagi makhluk yang muncul diatasnya. Purnama. Wadon menjulurkan tanganya kearah Purnama. Seolah- olah ia ingin mengambil purnama itu. Dan mengkoleksikanya.

“purnama...., nama yang di berikan Lanang untuku, katanya...., aku aadalah purnama..”
Wadon menurunkan tanganya. Ia tahu jika sampai matipun purnama tidak akan dapat ia genggam. Ia hanya memandangi keindahan purnama, baginya adalah jalan lain untuk bersahabat denganya. terlalu rakus seperti tikus jika ia ingin memiliki sendiri purnama itu. Sedangkan purnama saja adalah pinjaman dari Tuhan untuk semua makhluk yang ada, hingga kemudian Milik plangkton- plankton di lautan ini, milik jangkrik di sawah sana, milik kelelawar di gua sana dan milik semua manusia yang ada. Jika purnama itu di ambil olehnya maka ia adalah orang yang sangat egois, memisahkan purnama dari bumi hingga bumi akan berputar pada porosnya sendirian. padahal adanya purnama juga karena adanya bumi dan adanya bumi juga karena adanya purnama. Jika salah satunya tidak ada maka tidak akan ada lagi keseimbangan. Bumi akan pincang.

Wadon teringat denganya. ya..., seseorang yang telah memanggilnya dengan sebutan purnama. Kata orang itu, walaupun purnama mendapatkan sinarnya dari matahari, namun purnama membuat malam menjadi indah, membuat langit menjadi orange hingga makhluk di daratan akan berhenti sejenak melupakan segala amarahnya. Sesal dan penatnya. Betapa orang itu telah membuat Wadon menjadi perempuan yang sangat berarti. Dan Wadon menangis.
Dan aku melihatnya, selalu melihatnya dimanapun dia berada. Bahkan sampai detik inipun aku melihatnya. Wadon yang sedang terbaring di bibir pantai dan seluruh tubuhnya basah karena dicumbui oleh air laut sambil menangis. Dan aku sungguh selalu melihatnya. Dan akan selalu melihat dan melindunginya dimanapun dia berada. Purnama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar