Rabu, 20 Oktober 2010

SELINGKUH

Aku berdiri di balik pintu, melihat hanya dengan satu mata dari celah yang terbuka.
Marah! Kesal! Sesal!
Dimataku terapantul dua sosok manusia yang tanpa busana bergulat semangat diatas ksurku yang berwarna merah muda!
Aku mendengar mereka tertawa
Aku mendengar mereka terengah
Aku mendengar mereka mendesah
Haaaaa....
Bangsat!
Darahku memuncak
Ingin rasanya mencabut sebilah samurai dari jaman tokugawa untuk menusuk jantung mereka berdua.
Akan aku robek dan aku potong hingga lembut dan aku berikan pada anjing- anjigku yang kelaparan.
Mataku masih memandangi mereka.
Dan memang aku akan hujam mereka
Dengan sebilah samurai dari tokugawa!

PASAR MALAM

Pasar malam
Arena pertarungan
Pesta pernikahan
Dansa bersama rakyat jelata yang hanya bermodalkan lagu oral
Ah...
Biar saja
Kami bahagia, saling berpengan tangan dan saling menguatkan.
Senyum- senyum itu
Tawa- tawa itu
Membuat kami bersemangat, bertenanga dan bersorak sorai sambil menyempil di bebatuan yang membuat mereka tertawa.
Kakiku menari
Tanganku melambai, terkibas, menari
Kakiku menari, semain menari
Berputar, berputar dan berputar layaknya tarian rumi.
Kembali berputar dan berputar
Hingga aku lelalah
Terkulai namun bahagia.

MENGHILANG

Menghilang
Aku masih berlari. Berlari. Berlari dan terus akan berlari.
Bibirku kering, mengelupas karena dahaga yang sudah tidak lagi terasa.
Kakiku melepuh, berdarah, bernanah sambil menapaki aspal panasdi ujung-ujung tajamnya. Keringatku sudah tidak lagi keluar. Habis!. Kering kerontang! Seperti tong air yang tidak lagi berisi dan karatan.
Air mataku sudah tak lagi jatuh seperti saat pertama kali aku merasa.
Atau mungkin sekarang aku telah mati rasa?!
Atau aku sudah tidak lagi peduli dengan semua yang ada?
Ah...
Siapa yang peduli
Toh aku masih tetap berlari
Akumenikmati angin- angin yang mencumbuku.
Aku masih menikmati angin- angin itu memeluku.
Seperti lariku dulu
Seperti lariku dulu pertama kali kakiku ini menjadi tumpuan segunpal daging yang sudah tidak lagi da artinya.
Bahkan mereka menertawaiku
Menghujatku
Mencemoohku
Menusukan jarum ke dalam jantungku
Hahahahaha
Aku mati kaku!
Mati kaku
Mati hingga tidak ada lagi bekas di hati
Dan aku sekarang meudar
Tidak lagi berlari
Tidak lagi menapaki kaki – kakiku ini di aspal terjal yang mebuat melepuh
Aku memudar
Dab aku menghilang
Menjadi angin

Sabtu, 16 Oktober 2010

SI BENCI YANG TAKUT BERCAHAYA

Aku melumat bibirnya
Lembut, beraroma angin dalam senja
Aku juga menciumi lehernya
Lembut, seperti benang- benang sutra
Kemudian aku mendekap tubuhnya
Hangat, bak terselubung bulu yang tebal tak terkira
Aku membisik padanya
“bunga matahari....., aku akan menghampirinya”
Ia memandangku, tak menjawab pernyataanku,
Matanya membulat seperti huruf o hingga membuatku ingin tertawa
Mirip seperti lubang sumur yang menunggu ember untuk merenggut air maninya
“ tidak usah terkejut, aku tahu itu karena kaupun tidak mau, mengharuskan aku”
Aku melepaskan pelukan itu
Menghadapkan bagian- bagian tubuhku pada langit yang sudah gelap
Seperti warna kopi aku rasa
Di hiasi bintang- bintang seperti toping coklat yang bersinar terang benderang
Bahkan bersahutan dengan cahaya bulan.
Aku tahu jika dia sedang memandangiku yang sedang menatap langit
“aku membencimu, sungguh membencimu, aku pikir itu tidak akan merugikanmu”
Ia masih memandangku, kali ini dengan tatapanya yang sendu
Sesekali si bintang yang bertengger di hadapanku itu berkedip padaku
Menggodaku supaya aku tersenyum dengan si benci itu
“tapi aku akan selalu mendekapmu”
Kata si benci yang sekarang sudah terbaring di sampingku
Perlahan Aku memandanginya
Tubuhnya yang hitam terlihat memancar hingga membuatku silau
“hahahaha, kau silau? Bukankah kau yang memberikan cahayamu untuku?
Sekarang akulah si super star itu?
“aku tahu....” kataku sabil terbaring di posisi semula
Aku mencuri pandang ke arahnya dia yang memandangku tanpa ekspresi
“kau terkejut”
“tidak”
“baguslah” jawabku sambil tersenyum
Aku memang merasakan jika aku dan dia semakin lama semakin menghilang
Di paksa untuk menghilang
Dan semakin lama harus semakin memudar
“aku benci bersinar” kata si benci sambil memandang langit.
“hahahaha, lucu sekali, si benci yang takut bersinar” jawabku
“lihatlah dia?! Aku juga benci dengan ekspresinya,bodoh?!”
Aku memandang dia terheran mendengar ucapan si benci
“hai, dua orang sudah yang membencimu....”
“aku tahu” jawab dia datar
“ah..., kau memang menyebalkan!”
Dia tertawa lantang, hingga gema angkasa
Akupun hampir saja menutup indraku agar tak terluka olehnya
“ sungguh aku benci dengan tawamu itu”
“aku juga benci dengan polosmu itu!” kata si benci
Dia kemudian memandangku kembali dengan lekat
“pergilah...., menjauhlah...., menghilang dan memudarlah....” sambil memegang tanganku erat
“aku tahu...., tanpa harus kau beri tahu akupun sudah tahu”
Aku lepaskan genggaman tanganya, kemudian memandang si benci yang masih bersinar terang
Membuat mataku silau karenanya
Aku membelah dadaku dengan tanganku sendiri
Kurobek daging- daging tak bernyawa itu dengan sepenuh hati
Aku mengambil jantungku yang terlihat masih berdenyut cepat
Aku letakan jantungku di atas dadanya sambil tersenyum
“untukmu, aku tidak mau menyimpanya, menyimpan semua debaran tentangmu”
Dia hanya menatapku lagi, tak sedikitpun kata yang keluar dari bibirnya yang lembut itu
Dia memandangi jantungku yang sedari tadi sudah berdebar dengan cepatnya
Aku kembali tersenyum, aku lihat kembali langit di atas sana
Langit itu aku lihat berwarna orange
Benarkan dugaanku seperti buah jeruk yang sudah masanya
Si benci itu memegang tanganku
Aku memandangnya kemudian kembali tersenyum
Akupun menggenggam tanganya yang hangat
“aku kembalikan cahayamu....”
“ah...., biar saja, aku pinjamkan untukmu”
“aku benci terlihat silau”
“kau itu memang berkilau”
“tapi aku lebih suka berwarna hitam, lekat, seperti kopi”
“tenang saja, akan aku ambil cahayaku darimu perlahan, namun tidak sekarang,
Karena akupun mendapat cahaya dari bunga matahari”
“apa kau janji?”
“aku janji”

SENANDUNG SI TUAN BAHAGIA DAN SI TUAN LUPA

Kau kenal dengan Tuan bahagia?
Atau kau kenal dengan Tuan Lupa?
Aku yakin kau akan sangat kenal dengan dua kata itu.
Kau tidak perlu bersusah payah untuk mengeluarkan uang berjuta rupiah demi memahami dua kata itu. atau mengeluarkan banyak tenaga untuk merasakan bagaimanakah rupa dan rasa dari si Tuan Bahagia dan si Tuan Lupa itu. karena sebelum kau menjadi benih dan di tiupkan ruh olehNYApun, kau sudah di ajarkan apa itu yang namanya bahagia ataupun apa itu yang dinamakan lupa. Kau hanya memerlukan hati yang dapat merasakan dan otak yang dapat berfikir dan kau akan mempunyai pengalaman akan kedua Tuan itu. Kau juga tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan hati dan otak itu. karena mereka sudah menjadi bagian dari tubuhmu saat kau masih jadi air mani hingga sampai saat ini kau berwujud. Memiliki mata, hidung, kaki, tangan, hingga mereka menyebutmu sebagai manusia yang sempurna. Lebih sempurna dari ciptaan Tuhan yang bernama Hewan ataupun Tumbuhan. Hanya akal yang sering orang katakan sebagai pembeda.

Itu dulu. Saat kita masih bisa menyadari kehadiran mereka dengan sepenuh hati. Saat ini akal sudah tidak lagi berfikir logis. Manusia lebih memilih hal- hal yang keluar dari sebab akibat,hal- hal yang yang awalanya masuk akal namun dijadikanya tidak lagi bernalar. Padahal sebab akibat itulah yang menjadikan serangkaian roda bergerigi berputar, bergerak dari atas kebawah, dari bawah ke atas. Dan tentu saja kau mengetahui jika ada kalanya jaya dan ada kalanya jatuh. Karena hidup.

Namun siapa yang akan peduli itu, dengan lingkaran itu ataupun dengan roda yang bergerigi itu. manusia yang dikatakan paling sempurna lebih memilih berada di ujung paling atas roda. Sama sekali ia tidak mau untuk berada di urutan paling belakang. Bahkan untuk mengintip kebawah saja ia tidak sudi untuk melakukanya. Lalu kau tahu apa yang manusia itu lakukan? Ya tentu saja, mereka bersembahyang. Memperbudak dirinya pada eksistensi materi. Di sembahnya ia dengan segala keimanan, hingga pada saatnya kau akan menjumpai wajah- wajah mereka sudah tidak lagi berwujud manusia. Otaknya mengecil hingga membuat tengkoraknya menyusut. Bukankah itu sangat menyakitkan, dari 220cc yang dimiliki otak, secara sengaja dengan sembahyang setiap waktu manusia itu sengaja mengurangkan otaknya sendiri. mereka sadar itu namun mereka tetap menjalankan ritual sembahyang pada eksistensi materi setiap hari. Bahkan tiap detik cahaya hingga waktu tidaklah lagi berguna. Lalu, parasnya sekarang tidaklah seperti manusia, namun seperti “Ketek”, ya, “ketek” itu monyet. Kalian pasti tahu apa itu “ketek” tidak hanya tahu, biasanya sejak kecil kalian akan datang ke kebun binatang dan dapat melihat bagaimana rupa mamalia yang dikatakan sebagai nenek moyang manusia oleh Darwin ini. Seperti Siamang yang menggembungkan tenggorokanya saat berteriak dari dalam kandangnya di kebun binatang. Bukan salahnya ia ada di situ. Bukan salah kebun binatang juga siamang menghuni di salah satu buliknya. Ada kebalikan dari rasa sakit siamang itu, namun siapalah tahu siamang sakit hati?. Yang kita lihat adalah siamang yang sedang aktif mengaung saat manusia mendekati kandangnya. Marah. Benci. Bahkan hingga ingin memukul mati siapapun di depanya untuk menumpahkan segala rasa yang telah ia sekap di dalam kurung pula. Namun berteriak hingga pita suara putus ataupun hingga tenggorakanya robek siapa yang peduli?! Sama sekali tidak ada! Bahkan dokter- dokterpun akan malas merawat hewan penyakitan sepertinya.

Suatu hari aku bercermin dikamarku yang berukuran kecil. Cermin itu terletak tak jauh dari jendela kamarku. Ingin rasanya aku menjerit. Berteriak sekencang- kencangnya hingga liurku berhamburan keluar, hingga air mataku semakin lama semakin berjatuhan dan urat leherku menegang terlihat seperti batang serta bola mataku yang berurat merah sambil melotot besar. Dan kini...., aku sama denganya. dengan siamang yang dalam kurungan besi. Dalam raung miris namun indah menurut penontonya.

MEREKA MEMANGGILKU JUJUR!

MEREKA MEMANGGILKU JUJUR!

Mereka memanggilku jujur, kata ibu dan bapaku supaya aku menjadi anak yang jujur. Tidak pernah berbohong pada siapapun, untuk apapun, sekecil zarahpun. Agar aku tidak seperti mereka yang sering bapaku sebut sebagai koruptor, yang menjujurkan dirinya sendiri di hadapan siapapun, menjujung tinggi harga diri, terlihat berwibawa sambil tersenyum bangga menjulurkan lidahnya yang panjang menjilati anggur berwarna merah di cawan berwarna emas. Tentu saja itu darah. Nikmat bukan.....
Bapaku mewanti- wanti supaya aku tidak seperti mereka, beliau sangat tidak menyukainya, katanya “jangan mengingkari hati nurani!” lirik SWAMI dalam lagunya HIO yang sering di kutip oleh bapaku, hingga aku hafal liriknya karena di putar setiap hari. Namun memang benar jika itu adalah kata- kata yang luar biasa.”jangan mengingkari hati nurani”. Jika sudah dengar kata- kata dari bapaku itu, aku jadi berfikir beribu kali untuk melakukan banyak hal. Karena bapaku itu seperti Tuhan kedua yang menunjukan padaku, ini yang namanya permen atau itu yang namanya kopi.

Mereka menyebutku jujur, katanya aku memang anak yang jujur. Tidak pernah berbohong walau harus mempertaruhkan nafas yang sudah separuh umurnya. Padahal aku hanya bicara apa adanya, karena aku hanya ingin menjadi sederhana dan baik- baik saja. Tiada hal yang akan membuatku menjadi bebas karena apa adanya. Dan aku percaya itu.

Pernah seseorang bertanya padaku “apa kau jujur namamu jujur?” awalnya aku hanya mengerutkan dahi, padahal aku dengan sangat jujur menyebutkan namaku, JUJUR! Dan pada kenyataanya tidak ada yang percaya dengan pernyataanku. Apa aku setiap saat harus mengeluarkan kartu tanda penduduku untuk menyakinkan mereka jika namaku adalah JUJUR?! Atau kata jujur itu memanglah sudah sangat asing di telinga mereka? Ah.... itu lebih masuk akal. Semua orang menutup telinganya dengan kata- kata itu, sedikitpun tidak ada yang mau mengatakanya karena kata Jujur itu bagi mereka adalah kata- kata yang sangat keramat. Hukumnya haram jika di ucapkan di negri ini. Dan juga bagiku.

Tidak ada satu perusahaan yang mau menerimaku, melihat surat lamaran kerjaku saja mereka sudah terkejut, salah tingkah dan tubuhnya langsung di banjiri oleh keringat. Padahal aku merasakan sekali jika di ruang kantor itu dinginya seperti es, untung aku memakai jaket. Tapi entah mengapa tetap saja mereka berkeringat, jika kau sapu dengan sapu tangan dan kau peras, pasti akan banyak mengeluarkan keringat itu. lalu kata- kata yang keluar dari mulut mereka hanya kata “maaf” dengan embel- embel jika saya terlalu begini atau terlalu begitu, sejuta alasan yang tak masuk akal di lontarkan di hadapan wajahku ini, hanya karena namaku JUJUR. Benar kata bapaku, seharusnya aku tidak melamar pekerjaan di kantor- kantor, entah kantor biasa atau kantor- kantor orang atas sana. Karena kata bapaku mereka tidak mau melihatku, akan mengingatkan mereka pada kebohongan- kebohongan mereka yang sudah rapi di tutupi, untuk sesuap nasi. Padahal mereka yang melakukan kebohongan itu, namun tetap saja aku yang bernama Jujur ini menjadi biang masalah hingga di pekerjakan jadi tukang sapupun mereka tidak akan sudi. Umurku sekarang sudah lebih dari 25tahun, dan statusku adalah pengangguran. Aku tidak perduli dengan omongan orang tentangku, jika aku adalah seorang sarjana gagal. Membuang banyak uang namun hasilnya nol besar, itu yang sering mereka lontarkan. Bagiku merekalah yang gagal, hanya bisa mencaci orang dan memaki, padahal itu adalah bukti jika mereka memang tidak bisa, dan mengalihkan ketidak berdayaan mereka terhadapku ini. Cerdas sekali aku pikir otak- otak manusianya.

Terkadang aku merenung sendiri, dan berfikir “apa aku ganti saja namaku ini menjadi BUDEG?” agar serasa tuli dan tidak mau mendengarkan semua hal, baik negative atau positive yang setiap harinya aku dengar? Biar aku tidak bohong dan akan selalu jujur dengan apa yang aku lihat, walau namaku sudah ku ganti menjadi BUDEG? Ah...., pengecut! Jika begitu adanya aku memang pengecut, lari dari masalahku sendiri, menyangkal kenyataan yang seharusnya memang sudah ditakdirkan. Lalu harus bagaimana? Mereka tidak pernah menerimaku? Mengusirku dengan halus dan hati- hati hanya karena aku ini manusia yang bernama JUJUR. Jika aku binatang yang bernama Jujur mungkin bisa saja aku langsung di bunuh, di mutilasi atau di goreng dan sisa tubuhku di berikan pada anjing hutan atau di sekap oleh mereka agar tidak ada lagi dimuka bumi.

Namaku Jujur, aku seorang pengangguran, dan aku telah jatuh hati dengan seorang gadis bernama SUNYI. Hanya pada dialah aku tidak dapat jujur, bagaimana tentang perasaanku terhadapnya. Padahal ingin sekali aku mengucap salam kasih untuknya di tiap detik cahaya, tiap menit, tiap jam, tiap tahun, tiap puluhan tahun, tiap hari, tiap nafasku berhembus bahkan hingga berhenti. Akan selalu aku senandungkan lagu rindu, sambil menghantarkan dekapan hangat dan senyuman untuk belahan rusuku itu. ya... hanya dengan dirinya aku menjadi seorang pengecut takut akan jujur yang sering aku junjung tinggi itu. satu hurufpun tidak akan dapat terucap jika sudah di hadapanya. Serasa lidah kelu dan pita suaraku tiba- tiba rusak. Karena aku sudah sangat terpesona denganya hanya dengan menatapnya saja. Dan seluruh tubuhku tiba- tiba kaku. Menjadi ciut untuk mengungkapkan segala rasa karena Sunyiku itu sungguh sangat menawan. Seperti surga ia akan membawamu pada kedamaian. Tidak hanya mengenali dirimu sendiri namun Sunyiku itu akan membawa kita kepada Kekasih terabadi kita. Dan aku semakin menyayanginya. Sunyi.

Namaku Jujur...
Sekarang aku sedang terbaring di padang pasir memandang ke atas. Langit.
Sungguh silau, sangat besar memang ciptaanNYA, matahari itu bersinar begitu terangnya hingga sanggup menyinari sebagian belahan bumi berjuta- juta tahun lamanya secara bergantian, tidak pernah ia mengeluh sedikitpun, walau lelah menyertainya yang sudah lanjut usia. siapa yang akan sanggup menciptakan semua itu terkeculi kekasih abadiku. Dan kalian memang harus mengakui itu. Matahari itu menggodaku sambil berulang kali memanggil namaku denggan genit.
“kenapa menggodaku?”
“karena kau jujur”
“aku tidak tahu maksudmu?”
Matahari itu tersenyum
“apa kau marah padaku karena itu?” kata si matahari
Aku terdiam, iya, untuk apa aku marah padanya? Dia tidak melakukan hal buruk secuilpun padaku, ada si.... membuatku kepanasan dan dehidrasi di sini, di padang ini. Tapi, itu memang tanggung jawabnya, untuk apa aku marah jika dia memang melakukan pekerjaanya.
“aku tidak marah padamu, hanya sedang berfikir saja”
“menakutkan sekali cara berfikirmu, hingga akupun kau sinisi, lalu apa yang kau pikirkan?”
Aku terdiam sejenak, aku ingat satu persatu hal apa saja yang aku pikirkan. Kosong. Tidak ada. Aku mengerutkan dahi, berusaha untuk mengingat apa yang kupikirkan. Tidak ada. Tidak ada yang aku pikirkan selain namaku yang tertulis jelas dengan kata JUJUR di papan tulis otaku ini. Entah terbuat dari tinta apa hingga tidak dapat di hapus sama sekali. Bukan karena aku membenci tulisan Jujur di papan tulis otaku itu, hanya saja, masih banyak hal yang harus aku tulis di situ, untuku.
“oh, aku tahu, karena namamu itu?”
Aku memandang matahari, terheran kenapa dia bisa tahu apa yang aku pikirkan.
“sudahlah, jangan di pikirkan, namamu itu sungguh luar biasa, aku sangat menyukainya...”
Aku masih terdiam sambil memandangi matahari itu. Aku tak tahu apa yang harus aku katakan padanya.
“kau ini, bersyukurlah dengan namamu, bapak dan ibumu itu tidak mungkin tanpa sebab menamaimu itu, atau kau lebih suka di beri nama pecundang? Pengecut? Atau pembohong? Atau budeg?”
“aku tidak mau, hei..., bagaimana kau tahu jika aku berfikir akan mengganti nama menjadi Budeg?” selaku karena aku terkejut dengan perkataan si matahari.
“baguslah jika kau tidak mau. Tentu saja aku tahu, setiap hari aku mengawasimu, tidak hanya kau bahkan semua pikiran dan perasaan manusia di bumi ini akupun tahu”
Aku mengerutkan dahi, aku tidak tahu apakah ini adil atau tidak, seorang matahari itu telah mengetahui segala hal tentangku. Segala perasaan dan fikiranku. Yang tidak terucap ataupun sebaliknya. Itu adalah rahasiaku, tanpa izin dariku seenaknya dia membaca segala hal tentangku. Seperti membaca lembaran buku yang bertuliskan “kisah tentang Jujur” aku tak mau itu......!
“sudahlah, kerjamu hanya menggerutu. Apa masalahnya jika aku tahu? Toh aku juga tidak bernafsu mengumbar perasaanmu kepada orang lain, ada banyak hal yang lebih penting buatku kerjakan”. Aku memandangi si matahari yang semakin lama semakin bercahaya. Jika aku tidak menggunakan kacamata, sebentar lagi pasti korneaku akan terbakar dan aku akan buta, tidak lagi perlu aku melihat dunia yang sangat ajaib ini.
Aku berdiri, sambil mengengepak badanku agar butir pasir tidak menempel pada pakaianku. Kasihan jika mereka menempel di pakaianku, banyak hal yang tidak pantas akan mereka lihat, tempatnya cukup di padang pasir ini, karena mereka memang sempurna berada di sini. Di cumbui sinar matahari.
“hendak kemana kau?”
“aku akan pulang, mengumpulkan kembali energi”
“apa kau tidak mau lihat aku tenggelam? Cahayaku indah jika sedang tenggelam”
Aku mendongak pada matahari.
“aku tahu, karena akupun sangat menyukaimu yang sedang tenggelam. Kau jadi seperti buah jeruk, hingga aku ingin mengambil dan memakan isimu yang segar itu, jika benar adannya, dunia ini akan hancur”
“hahahahahahahahaa, kau akan terbakar jika memakanku”
“aku tahu”
Aku kembali tersenyum padanya, kemudian berjalan menyusuri padang. Aku tahu jika matahari itu mengikutiku. Sepertinya dia khawatir akan keadaanku. Seonggok daging yang terpontang – panting hanya karena bernama jujur. Aku juga merasakan jika sedari tadi ia memeluku. ANGIN. Hingga tubuhku ini tidak merasakan panas yang teramat sangat. Mendamaikanku dari cahaya matahari yang setiap saat dapat memerah karena amarah. Terkadang sayup aku mendengarnya bicara.
“ apa kabar manusia?”
Aku hanya tersenyum padanya sambil mengatakan baik- baik saja. Ia kemudian menggenggam tanganku. Beruntungnya aku dapat di temani olehnya. Mungkin aku memanglah si Jujur yang tidak dapat berkawan dengan manusia. Namun aku sangatlah bahagia dapat berteman dengan angin, ataupun matahari. Mereka menerimaku apa adanya. Tidak peduli dengan namaku Jujur ataupun segala hal kekuranganku yang akan membuatmu menjadi orang yang paling menyesal mengenalku. Tidak masalah.
“terimakasih”
“untuk apa?” balas si Angin membisik di telingaku. “terimakasih kau selalu memeluku”
Aku tak mendengar jawabanya namun Aku merasakan semilir yang membuat tubuhku terasa dingin. Aku tahu jika ia menjawabku dengan hembusanya, tidak perlu mengucap tapi aku tahu jika ia sedang senang dengan ucapanku. Hembusanya penuh dengan kasih yang hangat memeluku erat. Siapa yang tidak akan mengatakan terimakasih padanya jika ia selalu memberikan kedamaian seperti itu. di selimuti damai yang membuatmu merasakan jika kau tidaklah sendiri.
“kau membesarkan diri, dapat di hitung mereka yang berterimakasih padaku. Aku bukan apa- apa untuk mereka. Seenaknya datang dan pergi. Tak berbekas pula. Mudah mereka lupakan. Tak masalah untuku”
Aku agak terdiam. Merasa sangat sedih dengan apa yang di lontarkan oleh Angin itu. lalu aku memandang matahari yang sekarang sudah terlihat agak orange sambil tersenyum padaku. Seolah sedang membanggakan diri jika dia dapat tercipta seindah itu. aku hanya tertawa melihatnya. Bukan untuk mengejeknya sombong namun karena aku sangat menyukainya. Pun dengan angin juga. Mereka adalah yang terlupakan. Siapa yang akan peduli dengan kehadiran mereka yang setiap hari memberikan siang dan malam. Dingin dan sejuk. Tidak ada. Yang mereka pedulikan hanya waktu dan tentu saja materi. Waktu membuat mereka. Kita. Aku. Kami lupa akan segala hal yang di sekitar. Baik yang hidup ataupun yang mati. Waktu yang membuat kita di kejar- kejar untuk melakukan banyak hal dan berkutat dengan penyelesaian.
“tersenyumlah..., jangan memikirkan aku”
Aku berhenti sejenak kemudian menghirup udara segar hingga membuat otaku kembali di penuhi oksigen murni dan menghilangkan segala kerumitan. Aku memandangi angin yang sedang tersenyum padaku lalu tersenyum padanya.
“aku bersyukur merasakan keberadaanmu”
“ aku juga bersyukur menghembus di tubuhmu”
Aku tahu....
Aku tahu jika matahari dan Angin itu menemaniku. Lalu untuk apa aku harus bersedih jika tidak ada manusia yang mau menerimaku hanya karena aku bernama Jujur. Toh masih banyak pula yang masih menerimaku apa adanya walau di muka bumi ini aku harus terpontang- panting karenanya, tidak masalah. Karena aku adalah Jujur.

Selasa, 12 Oktober 2010

Cita - Cita ku.......????

"cita- citamu nanti apa?"

itulah yang di tanyakan guruku saat aku SD. namun aku lupa saat kelas berapa. dan kapan tepatnya. yang pasti yang ada di otaku saat itu adalah sebuah pekerjaan dengan sesosok yang sangat keren dan gagah menurutku. lalu aku jawab " aku ingin jadi polisi". menurutku polisi itu sangat keren dengan seragam dan tugasnya yang menumpas kejahatan, seperti ksatria baja hitam yang sangat aku sukai waktu kecil. bahkan sering pula menyebut diri Kotaro Minami dengan ancang- ancang jurusnya saat aku bertengkar dengan anak- anak yang lain.
dan aku ingin sekali bergabung dengan mereka, para pembela kebenaran untuk membersihkan bumi dari makhluk- makhluk yang jahat.
aku giatkan olahraga, dan memang aku menyukai olah raga. misinya adalah supaya badanku kuat, dan tidak dapat di kalahkan oleh penjahat manapun. bahkan penyakit sekalipun.

setelehnya aku jadi bosan dengan Polisi. aku langsung berubah haluan ingin menjadi "Pengacara" seperti Adnan Buyung Nasution. karena menurutku saat itu hukum di negriku sangat menyebalkan. sangat tidak adil. hanya fihak- fihak terttentu yang ternyata dapat merubahnya belok ke kanan ataupun ke kiri. bahkan kau bisa berdagang. karena tikus- tikus itu sangat menyukai uaang. bukan keju.
dan aku jadi tidak mempercayai hukum.

lalu kemudian yang paling membuatku menggebu adalah "aku ingin menjadi penulis". aku ingin menuliskan segala hal yang aku rasakan, mulai dari yang senang bahkan sedih sekalipun. bagiku, menulis dalah hal yang sangat menyenangkan, terlebih jika aku sedang bergairah. rasanya waktu berputar tanpa aku ketahui.
dan aku bersumpah!
aku harus jadi orang kaya!
orang yang sangat kaya!
bukan dari hal haram yang akan aku lakukan.
apapun akan aku lakukan untuk menjadi kaya!
jika aku kaya yang akan bangun adalah :
1. panti jompo.
2. rumah sakit.
3. sekolah.
4. mesjid.
aku akan membangun tempat- tempat itu dengan sekuat tenagaku,
siapapun boleh masuk, entah itu orang kaya atau orang miskin yang hanya memiliki selembar pakaian yang usang. tidak msalah bagiku.
dan saat ini,
cita- citaku adalah "MENJADI ORANG KAYA!"

Sabtu, 09 Oktober 2010

ABANG TUKANG BAJAJ

9 oktober 2010

sebenernya sih, nulis ini pengen ngambil pistol ato meriam sekalian buat ngebunuh salah atu tukang bajaj yang ada di Jakarta. trus pennisnya gw potong, gw kasih ke ikan lele. biarin aja dia idup tanpa penis. biar g seenaknya sange kalo ngelit cwe.

jadi ceritanya gini...

pas tanggal 8 oktober 2010,
gw, sama anyit ke senayan city menerjang macetnya jakarta yang g cuman bikin stuck jalanan tapi bikin stuck juga otak gw, karena panas matari yang bikin otak gw makin lama makin mendidih. dan pula ternyata gw sama anyit nyasar gara2 kita berdua g tahu jalan jalan. udah kepanasanm keringetan akhirnya kita nyampe juga di sensy, itupun dah masuk ke dalem nyasar juga. ckckckckck, kenapa pemerintah bikin tempat yang gede2 ya....., jadi polusi tempatkan jadinya trus menyasarkan gw yang g pernah kemana2.
dan akhirnya nyampe jugalah gw di tempat yang di tuju dari minggu2 lalu. BOOK FAIR 2010. karena gw mau borong komik sama cerpen. ketemuanlah gw sama maya ma karin, adenya maya yang mukanya beda banget dah, bisa jadi kebar siam tapi g kembar.
beberapa jam kita muter2 di satu tempat itu. dan itupun gw masih nyasar gara2 memory gw inget jalan tuh pendek banget. tapi akhirnya ketemu juga sama maya karin sama anyit.

lalu kita sok jadi anak gaul, masuk ke sensy dengan baju yang ngeembel, muka kucel karena tadi bis nguplek uplek BOOK FAIR. tapi bodo amat lah. kita mau nyari hokben. urusan perut tidak bisa di ganggu gugat walo banyak banget mata2 orang borju yang ngeliatin kita. gw malah seneng di liatin mereka karena gw ngrasa berbeda. kita punya style sendiri makanya mereka nglirik. hahahahha

akhirnya kita makan di hokben, tapi sayang banget, yang paket 10rb nya g ada, adanya yang 17rb, ckckckkck, duit semakin terkuras. padahal baru aja dompet penuh tapi dah kosong lagi.

steleh itu tadinya kita berenacana beli mix max. secara gw belom ernah nyoba setetespun, makanya penasaran bagemana rasanya. tapi, akhirnya g jadi karena kita kecapean. abis itu kita putusin pulang aja dah.

setelah itu anyit nganterin gw ke kosanya tablo buat balikin helm. gw tinggal di kosan sedangkan anyit balik ke rumahnya.
abis naroh helm di kamar ge langsung menclok ke kamar tetangga yang lagi nyalain tipi karena gw lagi antusias banget liat INDONESIA VS URUGUAY sama bambang pamungkas. akhirnya masuklah gw ke kamarnya yoram. kita nonton bertiga sama si devi. nah setelah selesai gw ke kamar para tetangga yang laen. ke kamar rendy ngobrol bentar, ke kamar rian aceh ngebajak internetnya, dan yang pastinya kekamar tablo. ngebajak kasurnya, sampe2 bikin si buso marah. hahahhahha

akhirnya setelah rebahan dikit jam 2 teng gw pulang naek bajaj dari senen di anter tablo sama buso. setelah nawar2 akhirnya gw dapet bajaj.

gw inget banget tuh, si abang tukang bajaj nya pakai kemeja item garis- garis vertikal putih. dan mukanya agak kecewe2an sekitar umur 40an dan mukanya tuh banyak banget tai laletnya. lebih banyak dari pada pak le gw. tapi ya... tanpa curiga sedkitpn gw masuklah ke dalem bajaj terkutuk itu.
ameh bin ajaib. bajaj itu jalanya lambat banget. tadinya gw pikir perasaan gw aja, tapi setelah di sadari dari pikiran jiwa dan raga serta hati yang mendalam akhirnya ge tersadar kalo bajaj iu memang jalanya lambat.

sekali lagi tanpa mikir jelek sedikitpun gw cuman duduk tenang. sambil buka lembar2 buku yang tadi g beli tapi akhirnya g gw baca karena susah ternyata baca di bajaj di subuh hari. pas mau nyampe rumah. tiba- tiba terjadilah dialog yang menyesarkan sampe bikin gw naek darah ke si tukang bajaj itu. dialognya begini.

tukang bajaj : kita jalan2 aja yu... ( dengan nad ayang genit )

gw mikir, apa gw yang salah denger ato emang si tukang bajaj ini ngeledek gw ya.

gw : hah? maksudnya?

tukang bajaj : jalan2 aja yu...

gw : ( masih mikir kenpa si bapak ini ngajak gw jalan, padahal udah tahu subuh butam dan muka gw cape, gw pengen cdepet2 tidur ) g pa. pulang aja...

tukang bajaj : ayo..., nanti pulangnya saya antar..

gw : ngga pak, makasih pulang aja.

F**ck, dan gw baru nyadar kalo si tukang bajaj itu ngajak gw ke pikiran negatif gw. sumpah. seketika itu gw ngrasa kalo badan gw tuh panas banget dah. ati gw dari tadi nyebutin binatang2 yang ada di kebun binatang. haduh rasanya pengen nonjok banget dah tuh tukang bajaj.

akhirya pas nyampe depan rumah ge turun dari bajaj.
gw ngasih duitnya. tapi gw makin marh banget ternyata tuh bapak ngeliat gw dengan muka yang sange. B**i!!!!!!!
akgirnya gw ngedeket ke muka dia sambil ngomong kencen
GW :SAYA PULANG SUBUH BUKAN BERARTI SAYA PECUN YA PAK, TO**L LO PAK!

bis itu ge langsung cabut.
ih....demi hari tu dahm gw ngeluarin akata2 kotor mulu.
Astagfirullah....

si tukang bajaj itu bikin gw kesel setengah mati. rasanya pengen gw tusuk dia pake jarum pentul sebanyak seribu biji trus dorong dia kekasur. kaya kemauanya itu. biarin aja tuh jarum masuk ke pembuluh darahnya dia trus nusuk ke jantungnya dia.

dan pelajaran hari ini adalah:
1. jangan pulang malem. kalo dah kemaleman lebih baik nginep.
2. sabar.
3. kemana2 ngucap doa.