Sabtu, 16 Oktober 2010

SENANDUNG SI TUAN BAHAGIA DAN SI TUAN LUPA

Kau kenal dengan Tuan bahagia?
Atau kau kenal dengan Tuan Lupa?
Aku yakin kau akan sangat kenal dengan dua kata itu.
Kau tidak perlu bersusah payah untuk mengeluarkan uang berjuta rupiah demi memahami dua kata itu. atau mengeluarkan banyak tenaga untuk merasakan bagaimanakah rupa dan rasa dari si Tuan Bahagia dan si Tuan Lupa itu. karena sebelum kau menjadi benih dan di tiupkan ruh olehNYApun, kau sudah di ajarkan apa itu yang namanya bahagia ataupun apa itu yang dinamakan lupa. Kau hanya memerlukan hati yang dapat merasakan dan otak yang dapat berfikir dan kau akan mempunyai pengalaman akan kedua Tuan itu. Kau juga tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan hati dan otak itu. karena mereka sudah menjadi bagian dari tubuhmu saat kau masih jadi air mani hingga sampai saat ini kau berwujud. Memiliki mata, hidung, kaki, tangan, hingga mereka menyebutmu sebagai manusia yang sempurna. Lebih sempurna dari ciptaan Tuhan yang bernama Hewan ataupun Tumbuhan. Hanya akal yang sering orang katakan sebagai pembeda.

Itu dulu. Saat kita masih bisa menyadari kehadiran mereka dengan sepenuh hati. Saat ini akal sudah tidak lagi berfikir logis. Manusia lebih memilih hal- hal yang keluar dari sebab akibat,hal- hal yang yang awalanya masuk akal namun dijadikanya tidak lagi bernalar. Padahal sebab akibat itulah yang menjadikan serangkaian roda bergerigi berputar, bergerak dari atas kebawah, dari bawah ke atas. Dan tentu saja kau mengetahui jika ada kalanya jaya dan ada kalanya jatuh. Karena hidup.

Namun siapa yang akan peduli itu, dengan lingkaran itu ataupun dengan roda yang bergerigi itu. manusia yang dikatakan paling sempurna lebih memilih berada di ujung paling atas roda. Sama sekali ia tidak mau untuk berada di urutan paling belakang. Bahkan untuk mengintip kebawah saja ia tidak sudi untuk melakukanya. Lalu kau tahu apa yang manusia itu lakukan? Ya tentu saja, mereka bersembahyang. Memperbudak dirinya pada eksistensi materi. Di sembahnya ia dengan segala keimanan, hingga pada saatnya kau akan menjumpai wajah- wajah mereka sudah tidak lagi berwujud manusia. Otaknya mengecil hingga membuat tengkoraknya menyusut. Bukankah itu sangat menyakitkan, dari 220cc yang dimiliki otak, secara sengaja dengan sembahyang setiap waktu manusia itu sengaja mengurangkan otaknya sendiri. mereka sadar itu namun mereka tetap menjalankan ritual sembahyang pada eksistensi materi setiap hari. Bahkan tiap detik cahaya hingga waktu tidaklah lagi berguna. Lalu, parasnya sekarang tidaklah seperti manusia, namun seperti “Ketek”, ya, “ketek” itu monyet. Kalian pasti tahu apa itu “ketek” tidak hanya tahu, biasanya sejak kecil kalian akan datang ke kebun binatang dan dapat melihat bagaimana rupa mamalia yang dikatakan sebagai nenek moyang manusia oleh Darwin ini. Seperti Siamang yang menggembungkan tenggorokanya saat berteriak dari dalam kandangnya di kebun binatang. Bukan salahnya ia ada di situ. Bukan salah kebun binatang juga siamang menghuni di salah satu buliknya. Ada kebalikan dari rasa sakit siamang itu, namun siapalah tahu siamang sakit hati?. Yang kita lihat adalah siamang yang sedang aktif mengaung saat manusia mendekati kandangnya. Marah. Benci. Bahkan hingga ingin memukul mati siapapun di depanya untuk menumpahkan segala rasa yang telah ia sekap di dalam kurung pula. Namun berteriak hingga pita suara putus ataupun hingga tenggorakanya robek siapa yang peduli?! Sama sekali tidak ada! Bahkan dokter- dokterpun akan malas merawat hewan penyakitan sepertinya.

Suatu hari aku bercermin dikamarku yang berukuran kecil. Cermin itu terletak tak jauh dari jendela kamarku. Ingin rasanya aku menjerit. Berteriak sekencang- kencangnya hingga liurku berhamburan keluar, hingga air mataku semakin lama semakin berjatuhan dan urat leherku menegang terlihat seperti batang serta bola mataku yang berurat merah sambil melotot besar. Dan kini...., aku sama denganya. dengan siamang yang dalam kurungan besi. Dalam raung miris namun indah menurut penontonya.

1 komentar: